Kitab Khouf
Bab Ke-1: Sholat Khouf dan Firman
Allooh;
"Apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqoshor sholat(mu), jika kamu takut di serang orang-orang kafir.
"Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
"Apabila kamu berada di
tengahotengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat
besertamu) dan menyandang senjata.
"Kemudian apabila mereka (yang sholat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka'at), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
yang ke dua yang belum sholat, lalu sholatlah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.
"Orang-orang kafir ingin supaya
kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus.
"Dan tidak ada dosa atasmu untuk meletakkan senjata-senjata kamu,
jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit;
dan siap siagalah kamu.
"Sesungguhnya Allooh telah menyiapkan azab yang
menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu."
(an-Nisaa': 101-102)
504. Syu'aib (meriwayatkan) dari
az-Zuhri, katanya, "Aku bertanya kepadanya, 'Apakah Nabi melakukan shalat
khauf?' Dia menjawab, 'Salim memberitahukan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar
berkata, 'Saya berperang bersama Rasulullah di arah Najd, kami bertemu musuh.
Lalu, kami membuat shaf dan Rasulullah berdiri mengimami shalat kami.
Sekelompok berdiri bersama beliau dan sekelompok menghadap ke arah musuh.
Rasulullah ruku dengan orang yang bersama beliau, dan sujud dua kali. Kemudian
mereka pergi ke tempat sekelompok yang belum shalat. Mereka datang, lalu
Rasulullah shalat bersama mereka satu rakaat dan sujud dua kali, kemudian
membaca salam. Lalu masing-masing dari mereka shalat sendiri satu rakaat dan
sujud dua kali.'"
Bab Ke-2: Shalat Khauf dengan
Berjalan dan Menaiki Kendaraan, yang Berjalan dengan Berdiri
505. Dari Nafi' dari Ibnu Umar
sebagaimana dikeluarkan oleh Mujahid, ia berkata, "Apabila mereka telah
bercampur (yakni peperangan berkecamuk dengan dahsyat), maka shalat itu
dikerjakan dengan berdiri."[1]
Ibnu Umar menambahkan dari Nabi saw., "Jika mereka lebih banyak daripada
itu, maka hendak lah mereka shalat dengan berdiri dan berkendaraan."
Bab Ke-3: Sebagian Mereka Menjaga
Sebagian yang Lain dalam Shalat Khauf
506. Ibnu Abbas berkata, "Nabi berdiri (dan dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata, "Nabi shalat khauf di Dzi Qarad 5/51),[2] dan orang banyak berdiri di belakang beliau. Nabi membaca takbir dan orang-orang pun ikut takbir pula. Kemudian Nabi ruku, maka sebagian mereka ruku pula. Kemudian sujud, lalu yang sebagian tadi sujud pula bersama beliau. Sesudah itu Nabi berdiri untuk rakaat yang kedua, maka berdiri pula makmum yang telah sujud tadi, dan mereka menjaga kawan-kawan mereka (yang belum ruku dan sujud). Bagian yang kedua ini mendekat, lalu mereka ruku dan sujud bersama Nabi. Mereka semua sedang shalat, tetapi mereka saling menjaga."
Bab Ke-4: Shalat Ketika Beradu Senjata dan Berpapasan dengan Musuh
Al-Auza'i berkata, "Jika
kemenangan sudah di ambang pintu dan mereka belum melakukan shalat, maka
hendaklah mereka shalat dengan berisyarat. Masing-masing orang melakukannya
sendiri-sendiri. Jika mereka tidak dapat melakukannya dengan berisyarat, maka
hendaklah mereka menunda shalatnya hingga pertempuran reda, atau keadaan aman.
Lalu, mereka kerjakan shalat dua rakaat. Kalau tidak dapat, hendaklah mereka
lakukan shalat satu rakaat dengan dua sujud. Kalau ini pun tidak dapat mereka
kerjakan, maka tidaklah cukup menunaikan shalat dengan takbir saja, dan
hendaklah mereka menundanya hingga situasinya aman."[3]
Makhul juga berpendapat demikian.[4]
Anas berkata, "Saya datang pada
waktu fajar cemerlang dan ketika itu perang sedang berkecamuk. Maka, mereka
tidak dapat mengerjakan shalat. Oleh karena itu, kami tidak mengerjakan shalat
kecuali setelah hari agak siang. Kami mengerjakan shalat itu bersama Abu Musa,
kemudian kami diberi kemenangan. Shalat itu lebih menggembirakan aku daripada dunia
seisinya."[5]
(Saya katakan, "Dalam bab ini
Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir bin Abdullah yang
tercantum pada nomor 222 di muka.")
Bab Ke-5: Shalatnya Orang yang
Mencari atau yang Dicari Musuh, Boleh dengan Berkendaraan dan Memberi Isyarat
Al-Walid berkata, "Saya
menyebutkan kepada al-Auza'i tentang shalat Syurahbil bin as-Simth dan
teman-temannya di atas punggung kendaraan, lalu dia menjawab, 'Begitulah yang
kami lakukan apabila takut kehabisan waktu.'"[6]
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali seseorang mengerjakan shalat Ashar kecuali di perkampungan bani Quraizhah."[7]
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali seseorang mengerjakan shalat Ashar kecuali di perkampungan bani Quraizhah."[7]
Bab Ke-6:
507. Ibnu Umar berkata,
"Rasulullah bersabda kepada kami ketika pulang dari (Perang) Ahzab,
'Janganlah sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah.'
Sebagian dari mereka melaksanakan shalat Ashar di jalan, dan sebagian lagi
berkata, 'Kami tidak shalat sehingga sampai di sana.' Sebagian dari mereka
berkata, 'Bahkan, kami shalat, karena bukan itu yang dimaksudkan terhadap
kami.'[8] Lalu,
mereka menyebutkan (hal itu 5/50) kepada Nabi, maka beliau tidak memaki salah
seorang pun dari mereka."
Bab Ke-7: Shalat Lebih Awal dan Subuh Masih Gelap dan Shalat Ketika Terjadi Penyerbuan dan Peperangan Berkecamuk
(Saya katakan, "Dalam bab ini
Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang akan
disebutkan pada '55 - ALWASHAYA / 26 - BAB'.")
Catatan Kaki:
[1] Al-Hafizh menganalisis bahwa perkataan "qiyaaman"
di sini adalah perubahan dari kata "fa innamaa", dan al-Ismaili
meriwayatkannya dari jalan lain dengan menjelaskan perkataan Mujahid, katanya,
"Apabila mereka telah bertemu, maka sesungguhnya shalat itu dilakukan
dengan takbir dan isyarat kepala." Saya katakan, "Diriwayatkan oleh
al-Baihaqi (3/255) dari jalan al-Ismaili, dan darinya pulalah disusulkan
tambahan ini."
[2] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun, dan di-maushul-kan oleh Nasai, Thabrani, dan Baihaqi (3/262) dengan sanad sahih.
[4] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Makhul dari jalan selain al-Auza'i dengan lafal, "Apabila suatu kaum tidak dapat mengerjakan shalat di atas tanah, maka hendaklah mereka shalat di atas kendaraan dua rakaat. Kalau tidak dapat, maka satu rakaat saja dengan dua sujud. Kalau tidak dapat dengan cara begini, maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga kondisinya aman dan mereka kerjakan shalat di atas tanah."
[5]Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Sa'ad dan Ibnu Abi Syaibah dari jalan Qatadah dari Anas.
[8] Menurut mereka, yang dimaksud dengan sabda Nabi saw.,
"Jangan sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah"
adalah kelazimannya, yakni agar cepat-cepat berangkat ke perkampungan bani
Quraizhah, bukan meninggalkan shalat dengan sebenarnya. Seakan-akan beliau
bersabda, "Shalatlah kamu di perkampungan bani Quraizhah, kecuali jika
kamu kehabisan waktunya sebelum sampai di sana." Maka, mereka
mengkompromikan dalil-dalil tentang wajibnya shalat dan wajibnya cepat-cepat
berangkat. Kemudian mereka kerjakan shalat sambil naik kendaraan.
___/|\___
¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨
Walloohu A’lam.