Mengenal Ilmu Hadits
Definisi
Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkata'an, perbuatan, pernyata'an, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang di sandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah ke ada'an Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah di lakukan atau di perkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullooh SAW dengan pertemuan yang wajar sewaqtu beliau masih hidup, dalam ke ada'an Islaam lagi beriman dan mati dalam ke ada'an Islaam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpa'an itu lama atau sebentar, dan dalam ke ada'an beriman dan Islaam, dan mati dalam ke ada'an Islaam.
MATAN ialah lafadz hadits yang di ucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau di sebut juga isi hadits.
HADITS ialah sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkata'an, perbuatan, pernyata'an, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang di sandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah ke ada'an Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah di lakukan atau di perkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullooh SAW dengan pertemuan yang wajar sewaqtu beliau masih hidup, dalam ke ada'an Islaam lagi beriman dan mati dalam ke ada'an Islaam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpa'an itu lama atau sebentar, dan dalam ke ada'an beriman dan Islaam, dan mati dalam ke ada'an Islaam.
MATAN ialah lafadz hadits yang di ucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau di sebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah di dengar dan di terimanya dari seseorang atau gurunya.
Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut di namakan merawi atau meriwayatkan
hadits dan orangnya di sebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
1.
As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi,
yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
2.
As Sittah berarti di riwayatkan oleh enam perawi yaitu
: Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
3.
Al Khomsah berarti di riwayatkan oleh lima perawi yaitu
: Semua nama yang tersebut di atas (As Sab'ah) selain Bukhori dan Muslim
4.
Al Arba'ah berarti di riwayatkan oleh empat perawi
yaitu : Semua nama yang tersebut di atas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhori dan
Muslim.
5.
Ats Tsalasah berarti di riwayatkan oleh tiga perawi
yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhori,
Muslim dan Ibnu Majah.
6.
Asy Syaikhon berarti d iriwayatkan oleh dua orang
perawi yaitu : Bukhori dan Muslim
7.
Al Jama'ah berarti di riwayatkan oleh para perawi yang
banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicara'an (kalam) atau materi berita yang
berakhir pada sanad yang terakhir.
Baik pembicara'an itu sabda Rosulullooh Shollolloohu
'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in.
Baik isi pembicaraan itu
tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak di sanggah oleh Nabi
Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat di gambarkan sebagai berikut:
Untuk memahami pengertian sanad, dapat di gambarkan sebagai berikut:
Sabda
Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam di dengar oleh sahabat
(seorang atau lebih).
Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in
(seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang
di bawah generasi mereka.
Demikian seterusnya hingga di catat oleh Iimam-Iimam ahli
hadits seperti Muslim, Bukhori, Abu Dawud, dll.
Contoh:
Waqtu meriwayatkan hadits Nabi Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhori berkata hadits ini di ucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata di ucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata di ucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata di ucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata di ucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permula'annya (awal) dan ada kesudahannya (akhir).
Contoh:
Waqtu meriwayatkan hadits Nabi Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhori berkata hadits ini di ucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata di ucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata di ucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata di ucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata di ucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permula'annya (awal) dan ada kesudahannya (akhir).
Seperti contoh di atas yang disebut awal sanad adalah A
dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi
Hadits
Klasifikasi
hadits menurut dapat (di terima) atau di tolaknya hadits sebagai hujjah (dasar
hukum) adalah:
1.
Hadits Shohih, adalah hadits yang di riwayatkan
oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan
tidak janggal. Illat hadits yang di maksud adalah suatu penyakit yang
samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
2.
Hadits Makbul adalah hadits-hadits
yang mempunyai sifat-sifat yang dapat di terima sebagai Hujjah. Yang termasuk
hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
3.
Hadits Hasan adalah hadits yang
di riwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan),
bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.
Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya di buat hujjah buat sesuatu
hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
4.
Hadits Dhoif adalah hadits yang
kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits
hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbeda'an derajat satu
sama lain, di sebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau
hasan yang tidak di penuhinya.
Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat di nilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
Suatu hadits dapat di nilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
- Rawinya
bersifat Adil
- Sempurna
ingatan
- Sanadnya
tidak terputus
- Hadits
itu tidak berillat dan
- Hadits
itu tidak janggal
Arti Adil
dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk di nilai adil,
yaitu :
- Selalu
memelihara perbuatan ta'at dan menjahui perbuatan maksiat.
- Menjauhi
dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
- Tidak
melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar
dan mengakibatkan penyesalan.
- Tidak
mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar
Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan
kecacatan perawinya
- Hadits Maudhu': adalah hadits yang di ciptakan oleh
seorang pendusta yang cipta'an itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda
Nabi SAW, baik hal itu di sengaja maupun tidak.
- Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam
periwayatan, yang di riwayatkan oleh orang yang di tuduh dusta dalam
perhaditsan.
- Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam
periwayatan, yang di riwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak
kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam
satu jurusan jika ada hadits yang di riwayatkan oleh dua hadits lemah yang
berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih
lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya di namakan hadits Ma'ruf dan yang
lebih lemah di namakan hadits Munkar.
- Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang
tampaknya baik, namun setelah di adakan suatu penelitian dan penyelidikan
ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya
dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya
bisa di ketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
- Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang di sadur
dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkira'an bahwa saduran itu termasuk
hadits.
- Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukholafah
(menyalahi hadits lain), di sebabkan mendahului atau mengakhirkan.
- Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan
hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat
bertahan, dengan tidak ada yang dapat di tarjihkan (di kumpulkan).
- Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits
lain terjadi di sebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih
tetapnya bentuk tulisannya.
- Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukholafahnya
karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
- Hadits Mubham: adalah hadits yang di dalam matan atau
sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak di jelaskan apakah ia laki-laki
atau perempuan.
- Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang
di riwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang
lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad
atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
- Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk
hafalannya, di sebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau
hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan
gugurnya rawi
- Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha')
rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
- Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir
sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
- Hadits Mudallas: adalah hadits yang di riwayatkan
menurut cara yang di perkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang
berbuat demikian di sebut Mudallis.
- Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya
sebelum sahabat, di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam
ke ada'an tidak berturut-turut.
- Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya,
dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in
bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan
sifat matannya
- Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya di sandarkan
kepada sahabat saja, baik yang di sandarkan itu perkataan atau perbuatan
dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
- Hadits Maqthu': adalah perkata'an atau perbuatan yang
berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya
bersambung atau tidak.
Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama
sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan
kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka
di perselisihkan tentang boleh atau tidaknya di riwayatkan untuk berhujjah.
Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif,
baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama.
Pendapat ini di pertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam
seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila
kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras
sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang
keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
1.
Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu,
untuk hadits-hadits dhoif yang di sebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan
banyak salah, tidak dapat di buat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
2.
Dasar amal yang di tunjuk oleh hadits dhoif tersebut,
masih di bawah satu dasar yang di benarkan oleh hadits yang dapat di amalkan
(shohih dan hasan)
3.
Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau
menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi
tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :
[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang di riwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasa'an mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.
Syarat syarat hadits mutawatir
1.
Pewarta'an yang di sampaikan oleh rawi-rawi tersebut
harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu
harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
2.
Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang
tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
3.
Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam
lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu
hadits di riwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula di riwayatkan oleh 5 tabi'in
demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa di namakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat
hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
Klasifikasi hadits Ahad
1.
Hadits Masyhur: adalah hadits yang di riwayatkan oleh 3
orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
2.
Hadits Aziz: adalah hadits yang di riwayatkan oleh 2
orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja,
kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3.
Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian
dalam sanad itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Robbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang di kabarkan oleh Allooh kepada NabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.
Perbeda'an Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya di beri ciri ciri dengan di bubuhi kalimat-kalimat :
- Qola (
yaqolu ) Alloohu
- Fima
yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
- Lafadz
lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut di atas.
Perbeda'an
Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
- Semua
lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi
tidak demikian.
- Ketentuan
hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi.
Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
- Setiap
huruf yang di baca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
- Meriwayatkan
Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz
sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Bid'ah
Yang di maksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang di kategorikan dalam menyembah Allooh yang Allooh sendiri tidak memerintahkannya, Roosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Allooh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3 ;
"Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridai Islaam itu jadi agama bagimu."
Jadi tidak ada satu
halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat
hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat di kategorikan sebagai bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat di kategorikan sebagai bid'ah.
Semua hal ini tidak dapat di kategorikan
sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allooh.
Ada tata cara dalam beribadah yang
wajib di penuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembaca'an
al-Fatihah, tahiyat, dst.
Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan
cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah.
Ada tata cara dalam ibadah
yang dapat kita ambil hikmahnya.
Seperti pada zaman Rosul Shollolloohu
'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi
dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim.
Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara
(matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk di ingatkan
kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Di dalam
Kitab Khulaashoh Ilmil Hadits di jelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits
ada tiga macam:
1.
Yang wajib di benarkan (diterima).
2.
Yang wajib ditolak (di dustakan, tidak boleh di terima)
yaitu Hadits yang di adakan orang mengatasnamakan Rosulullooh Shollolloohu
'Alaihi Wa Sallam.
3.
Yang wajib di tangguhkan (tidak boleh di amalkan) dulu
sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh
jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shollolloohu
'Alaihi Wa Sallam (di palsukan atas nama Nabi Muhammad Shollolloohu
'Alaihi Wa Sallam).
Untuk
mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, di antaranya:
1.
Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam
Bukhori pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin
Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya:
"Aku
pernah palsukan khutbah Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam.
Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah
memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Ke Utama'an
Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak di amalkan oleh ahli-ahli
Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah
memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah
Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
2.
Dengan memperhatikan dan
mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa
Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan ke ada'an dan
sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
3.
Terdapat ketidak sesuaian makna dari matan (isi cerita)
hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa
yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
4.
Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam
susunannya, baik lafadznya ataupun di tinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
- Adanya
kesengaja'an dari pihak lain untuk merusak ajaran Islaam. Misalnya dari kaum
Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islaam untuk tujuan menghancurkan
Islaam (seperti Snouck Hurgronje).
- Untuk
menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari
golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah,
orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan
Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini
membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang
ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang
di sebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan
nama 'At-Tarhiib'.
- Untuk
mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya
dengan tujuan mencari kedudukan.
- Untuk
mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual
hadits-hadits Palsu).
- Untuk
menarik perhatian orang sebagaimana yang telah di lakukan oleh para ahli
dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
- Secara
Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka
yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
- Bagi
mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa
hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan
atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
- Mereka
yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa
atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau
hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka
hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari
jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh
(berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber
Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany;
Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah; Kitab Mengenal
Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib
- Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin Al-Albany); Kitab
Mushtholahul Hadits - A. Hassan)
___/|\___
¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨
Walloohu A’lam.