Sabtu, 31 Agustus 2019

Mengenal Ilmu Hadits






Mengenal Ilmu Hadits


Definisi Musthola'ah Hadits

HADITS ialah sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkata'an, perbuatan, pernyata'an, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang di sandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah ke ada'an Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah di lakukan atau di perkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullooh SAW dengan pertemuan yang wajar sewaqtu beliau masih hidup, dalam ke ada'an Islaam lagi beriman dan mati dalam ke ada'an Islaam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpa'an itu lama atau sebentar, dan dalam ke ada'an beriman dan Islaam, dan mati dalam ke ada'an Islaam.

MATAN ialah lafadz hadits yang di ucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau di sebut juga isi hadits.
 

Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits

Rawi
, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah di dengar dan di terimanya dari seseorang atau gurunya. 
Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut di namakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya di sebut perawi hadits.
 

Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
1.    As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
2.    As Sittah berarti di riwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
3.    Al Khomsah berarti di riwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut di atas (As Sab'ah) selain Bukhori dan Muslim
4.    Al Arba'ah berarti di riwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut di atas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhori dan Muslim.
5.    Ats Tsalasah berarti di riwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah.
6.    Asy Syaikhon berarti d iriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhori dan Muslim
7.    Al Jama'ah berarti di riwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicara'an (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. 
Baik pembicara'an itu sabda Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. 
Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak di sanggah oleh Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam .

Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam .
 
Gambaran Sanad

Untuk memahami pengertian sanad, dapat di gambarkan sebagai berikut: 
Sabda Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam  di dengar oleh sahabat (seorang atau lebih). 
Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang di bawah generasi mereka. 
Demikian seterusnya hingga di catat oleh Iimam-Iimam ahli hadits seperti Muslim, Bukhori, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waqtu meriwayatkan hadits Nabi Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhori berkata hadits ini di ucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata di ucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata di ucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata di ucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata di ucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permula'annya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). 
Seperti contoh di atas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (di terima) atau di tolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
1.    Hadits Shohih, adalah hadits yang  di riwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang di maksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
2.    Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat di terima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
3.    Hadits Hasan adalah hadits yang di riwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya di buat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
4.    Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbeda'an derajat satu sama lain, di sebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak di penuhinya.
 
Syarat-syarat Hadits Shohih

Suatu hadits dapat di nilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
  • Rawinya bersifat Adil
  • Sempurna ingatan
  • Sanadnya tidak terputus
  • Hadits itu tidak berillat dan
  • Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk di nilai adil, yaitu :
  • Selalu memelihara perbuatan ta'at dan menjahui perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
 
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang di ciptakan oleh seorang pendusta yang cipta'an itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu di sengaja maupun tidak.
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang di riwayatkan oleh orang yang di tuduh dusta dalam perhaditsan.
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang di riwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang di riwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya di namakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah di namakan hadits Munkar.
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah di adakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa di ketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang di sadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkira'an bahwa saduran itu termasuk hadits.
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukholafah (menyalahi hadits lain), di sebabkan mendahului atau mengakhirkan.
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat di tarjihkan (di kumpulkan).
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi di sebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukholafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang di dalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak di jelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang di riwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, di sebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang di riwayatkan menurut cara yang di perkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian di sebut Mudallis.
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam ke ada'an tidak berturut-turut.
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya di sandarkan kepada sahabat saja, baik yang di sandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
  • Hadits Maqthu': adalah perkata'an atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka di perselisihkan tentang boleh atau tidaknya di riwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini di pertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal  dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
1.    Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang di sebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat di buat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
2.    Dasar amal yang di tunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih di bawah satu dasar yang di benarkan oleh hadits yang dapat di amalkan (shohih dan hasan)
3.    Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.

Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :


[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang di riwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasa'an mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir
1.    Pewarta'an yang di sampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
2.    Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
3.    Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits di riwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula di riwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa di namakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad
1.    Hadits Masyhur: adalah hadits yang di riwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
2.    Hadits Aziz: adalah hadits yang di riwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3.    Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

Hadits Qudsi atau Hadits Robbani atau Hadits Ilahi

Adalah sesuatu yang di kabarkan oleh Allooh kepada NabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian N
abi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbeda'an Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya di beri ciri ciri dengan di bubuhi kalimat-kalimat :
  • Qola ( yaqolu ) Alloohu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut di atas.
Perbeda'an Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang di baca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.

Bid'ah

Yang di maksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang di kategorikan dalam menyembah Allooh yang Allooh sendiri tidak memerintahkannya, Roosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.

Allooh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3 ;
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islaam itu jadi agama bagimu." 
Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat di kategorikan sebagai bid'ah. 
Semua hal ini tidak dapat di kategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allooh. 
Ada tata cara dalam beribadah yang wajib di penuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembaca'an al-Fatihah, tahiyat, dst. 
Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. 
Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. 
Seperti pada zaman Rosul Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. 
Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk di ingatkan kepada para pengamal bid'ah.

Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Di dalam Kitab Khulaashoh Ilmil Hadits di jelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
1.    Yang wajib di benarkan (diterima).
2.    Yang wajib ditolak (di dustakan, tidak boleh di terima) yaitu Hadits yang di adakan orang mengatasnamakan Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam.
3.    Yang wajib di tangguhkan (tidak boleh di amalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam (di palsukan atas nama Nabi Muhammad Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, di antaranya:
1.    Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhori pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: 
     "Aku pernah palsukan khutbah Rosulullooh Shollolloohu 'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Ke Utama'an Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak di amalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
2.    Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan ke ada'an dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
3.    Terdapat ketidak sesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
4.    Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun di tinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
 
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
  • Adanya kesengaja'an dari pihak lain untuk merusak ajaran Islaam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islaam untuk tujuan menghancurkan Islaam (seperti Snouck Hurgronje).
  • Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang di sebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
  • Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
  • Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
  • Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah di lakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.

Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany;  Kitab Hadits Maudhlu -  Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin Al-Albany);  Kitab Mushtholahul Hadits -  A. Hassan)

            ___/|\___
            ¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨
Walloohu Alam.