Kitab Sholat
Bab
Ke-1: Bagaimana Shalat Diwajibkan di Malam Isra'
Ibnu
Abbas berkata, "Ketika Abu Sufyan menceritakan tentang Heraklius kepadaku,
ia berkata, 'Nabi Muhammad saw menyuruh kami mendirikan shalat, berlaku jujur,
dan menjaga diri dari segala sesuatu yang terlarang.'"[1]
192.
Anas bin Malik r.a. berkata, "Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi
Muhammad saw bersabda, 'Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah.
Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air
zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan
keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya. Ia memegang
tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah
Jibril kepada penjaga langit, 'Bukalah.' Penjaga langit itu bertanya, 'Siapakah
ini?' Ia (jibril) menjawab, '[Ini, 4/106] Jibril.' Penjaga langit itu bertanya,
'Apakah Anda bersama seseorang?' Ia menjawab, 'Ya, aku bersama Muhammad saw.'
Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah dia diutus?' Ia menjawab, 'Ya.' Ketika
penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang
laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan
disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang). Apabila ia memandang ke
kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia
berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.' Aku
bertanya kepada Jibril, 'Siapakah orang ini?' Ia menjawab, 'Ini adalah Adam dan
hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di
sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di
sebelah kainya adalah penghuni neraka.' Apabila ia berpaling ke sebelah
kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis,
sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada
penjaganya, 'Bukalah.' Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang
dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya."
Anas berkata, "Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas berkata, "Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.' Aku (Rasulullah) bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Idris.' Aku melewati Musa lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Musa.' Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, 'Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Isa.' Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.' Aku bertanya,'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Ibrahim as..'"
193 dan 194. Ibnu Syihab berkata, "Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 'Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa. Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.' Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, 'Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, 'Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?' Aku menjawab, 'Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. 'Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, 'Tuhan telah membebaskan separonya.' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. 'Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, 'Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.' Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu.' Aku jawab, '(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.' Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.'"
195. Aisyah r.a. berkata, "Allah Ta'ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya)." (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula, 4/267).
Bab
Ke-2: Wajibnya Shalat dengan Mengenakan Pakaian dan Firman Allah Ta'ala,
"Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid."
(al-A'raaf: 31), dan Orang yang Mendirikan Shalat dengan Memakai Satu Helai
Pakaian
Salamah bin Akwa' meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Hendaknya ia mengancingnya meskipun dengan duri." Akan tetapi, isnad-nya perlu mendapatkan perhatian.[2]
Diterangkan
pula mengenai orang yang shalat dengan pakaian yang dipergunakan untuk
melakukan hubungan seksual (adalah diperbolehkan) asalkan dia melihat tidak ada
kotoran di situ.[3]
Nabi
Muhammad saw memerintahkan agar seseorang tidak melakukan thawaf (mengelilingi
Ka'bah) dengan telanjang.[4]
Bab
Ke-3: Mengikatkan Kain pada Leher pada Waktu Shalat
Abu
Hazim berkata mengenai hadits yang diterima dari Sahl sebagai berikut:
"Para sahabat melakukan shalat bersama Nabi Muhammad saw. sambil
mengikatkan sarung ke leher mereka."[5]
196.
Muhammad al-Munkadir berkata, "Jabir shalat dengan mengenakan kain yang ia
ikatkan di tengkuknya (dalam satu riwayat: kain yang ia selimutkan, 1/97),
sedangkan pakaiannya ia letakkan di atas gantungan. [Setelah selesai], ada
orang yang bertanya, 'Mengapa Anda melakukan shalat dengan mengenakan selembar
kain saja [sedang pakaianAnda dilepas]?' Jabir menjawab, 'Aku melakukannya
untuk memperlihatkannya kepada orang tolol seperti kamu, [aku melihat Nabi
Muhammad saw melakukan shalat seperti ini]. Mana ada di antara kita yang
mempunyai dua helai pakaian di masa Nabi Muhammad saw.?'"
Bab
Ke-4: Shalat dalam Selembar Pakaian dengan Cara Menyelimutkannya
Az-Zuhri
berkata mengenai haditsnya, "Orang yang menyelimutkan itu maksudnya ialah
menyilangkan antara kedua ujung pakaiannya pada lehernya dan ini meliputi kedua
pundaknya."[6]
Ummu
Hani' berkata, "Nabi Muhammad saw menutupi tubuhnya dengan sehelai pakaian
dan menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya.'"[7]
197.
Umar bin Abu Salamah berkata bahwa dia pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat
dengan mengenakan sehelai pakaian di rumah Ummu Salamah dan beliau menyilangkan
kedua ujungnya pada kedua pundaknya.
198.
Ummu Hani' binti Abi Thalib r.a. berkata, "Aku pergi ke tempat Rasulullah
saw. pada tahun dibebaskannya Mekah, lalu aku menemui beliau sedang mandi [di
rumahnya, 2/38] dan Fatimah menutupinya, lalu aku memberi salam kepada beliau.
Beliau bertanya, 'Siapa itu?' Aku menjawab, 'Aku, Ummu Hani' binti Abu Thalib.'
Beliau berkata, 'Selamat datang, Ummu Hani'.' Setelah selesai mandi (dan dari
jalan Ibnu Abi Laila: Tidak ada seorang pun yang menginformasikan kepada kami
bahwa dia melihat Rasulullah saw melakukan shalat dhuha selain Ummu Hani'
karena ia menyebutkan bahwa beliau, 5/93) berdiri lalu shalat delapan rakaat
dengan berselimut satu kain. Ketika beliau berpaling (salam/selesai), aku
berkata, 'Wahai Rasulullah, putra ibuku [Ali bin Abi Thalib] menduga bahwa dia
membunuh seseorang yang telah aku beri upah, yaitu Fulan bin Huraibah.'
Rasulullah saw bersabda, 'Kami telah memberi upah orang yang telah kamu beri
upah, wahai Ummu Hani'.' Ummu Hani' berkata, 'Itulah pengorbanan.'"
199.
Abu Hurairah berkata bahwa ada orang yang bertanya kepada Rasulullah saw
tentang shalat dalam satu kain. Rasulullah saw bersabda, "Apakah
masing-masing dari kamu mempunyai dua kain?"
Bab
Ke-5: Apabila Seseorang Shalat dengan Mengenakan Selembar Pakaian, Hendaknya
Mengikatkan Pada Lehernya
200.
Abu Hurairah berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Salah seorang di
antaramu janganlah shalat di dalam satu kain yang di bahunya tidak ada apa-apanya.'"
201.
Abu Hurairah berkata, "Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar Rasulullah
saw bersabda, 'Barangsiapa shalat dengan selembar kain, hendaklah ia
mengikatkan antara kedua ujungnya.'"
Bab
Ke-6: Apabila Pakaian Sempit
202. Sa'id bin Harits berkata, "Kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah perihal shalat dengan mengenakan selembar pakaian, lalu Jabir berkata, 'Aku keluar bersama Nabi Muhammad saw dalam sebagian perjalanan beliau. Pada suatu malam, aku datang karena suatu urusanku, maka aku mendapatkan beliau sedang shalat dan aku hanya memakai selembar kain, maka aku melipatnya dan aku shalat di samping beliau. Setelah beliau selesai, beliau bersabda, 'Ada apakah engkau pergi malam-malam, hai Jabir?' Aku lalu memberitahukan tentang keperluanku. Ketika aku selesai, beliau bertanya, 'Lipatan apakah yang aku lihat ini?' Aku menjawab, 'Kain, yakni sempit.' Beliau bersabda, 'Jika luas, selimutkanlah, dan jika sempit, bersarunglah dengannya!'"
203.
Sahl bin Sa'ad berkata, "Orang-orang yang shalat bersama Nabi Muhammad saw
mengikatkan kain mereka [karena sempit, 2/63] pada tengkuk-tengkuk mereka
seperti keadaan anak-anak. Beliau bersabda kepada para wanita, 'Janganlah kamu
mengangkat kepalamu sehingga orang-orang laki-laki benar-benar duduk.'"
Bab Ke-7: Shalat dengan Mengenakan Jubah Buatan Syam
Al-Hasan berkata bahwa tidak apa apa shalat dengan mengenakan pakaian-pakaian yang ditenun oleh kaum Majusi (yakni para penyembah api).[8]
Ma'mar
berkata, "Aku melihat az-Zuhri memakai pakaian Yaman yang dicelup dengan
air kencing."[9]
Ali
shalat dengan pakaian baru yang belum dicuci.[10]
204.
Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku bersama Nabi Muhammad saw. [pada suatu
malam, 7/37] dalam suatu perjalanan (dalam satu riwayat: dan aku tidak
mengetahui melainkan dia berkata, 'dalam Perang Tabuk', 5/136), [lalu beliau
bertanya, 'Apakah engkau membawa air?' Aku jawab, 'Ya.' Beliau lalu turun dari
kendaraannya], kemudian bersabda, 'Wahai Mughirah, ambillah bejana kecil
(terbuat dari kulit)!' Aku lalu mengambilnya. Rasulullah saw pergi sehingga
beliau tertutup dariku [pada malam yang gelap gulita], kemudian beliau
menunaikan hajatnya [Beliau lalu datang dan aku temui beliau dengan aku bawakan
air, 3/231], dan beliau mengenakan jubah buatan negeri Syam [dari kulit/wol].
Beliau lalu mengeluarkan tangan dari lengannya, namun sempit, [maka beliau tidak
dapat mengeluarkan kedua lengan beliau darinya]. Beliau lalu mengeluarkan
tangan dari bawahnya dan aku menuangkan atasnya [bejana itu] [ketika beliau
telah selesai menunaikan hajatnya, 1/85]. Beliau lalu berwudhu seperti berwudhu
untuk shalat, [maka beliau berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung dan
mengeluarkannya kembali, membasuh mukanya] [dan kedua tangannya] (dalam satu
riwayat: kedua lengannya), [kemudian beliau mengusap kepalanya], [lalu aku
menunduk untuk melepaskan khuf beliau, kemudian beliau bersabda, 'Biarkanlah,
karena aku memasukkannya dalam keadaan suci,'] dan beliau mengusap khuf
(semacam sepatu) beliau kemudian shalat"
Bab Ke-8: Tidak Disukai Telanjang Sewaktu Shalat dan Lainnya
205. Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan bahwasanya Rasulullah saw. memindahkan batu Ka'bah bersama mereka dan beliau mengenakan kain (sarung). Abbas, paman beliau, berkata kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, bagaimana kalau engkau lepaskan kain engkau dan engkau kenakan atas kedua bahu karena ada batu." Jabir berkata, "Beliau lalu melepaskannya dan mengenakannya di atas kedua bahu beliau. Beliau lalu jatuh pingsan. Sesudah itu, beliau tidak pernah telanjang. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada beliau dan memberikan keselamatan."*1*)
Bab Ke-9: Shalat dengan Baju, Celana, Celana Tak Berkaki (Selongsongan), dan Pakaian Luar (Mantel dan Sebagainya)
206. Abu Hurairah berkata, "Seorang laki-laki pergi ke tempat Nabi Muhammad saw., lalu bertanya kepada beliau mengenai shalat dengan mengenakan selembar pakaian saja. Beliau bersabda, 'Apakah masing-masing kamu mempunyai dua helai pakaian?'"
Bertanya pula seorang laki-laki kepada Umar ibnul Khaththab mengenai shalat dengan sehelai pakaian juga. Umar berkata, "Kalau Allah memberi kamu kelapangan (kekayaan), manfaatkanlah kelapangan itu dengan memakai pakaian secukupnya. Shalatlah dengan memakai sarung dan baju, memakai sarung dan kemeja, celana dan mantel, celana agak pendek dan kemeja." Aku kira beliau juga mengatakan, "Boleh mengenakan kain di bawah lutut dan selendang."
Bab
Ke-10: Apa yang Menutupi Aurat
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.")
Bab Ke-11: Shalat Tanpa Mengenakan Selendang
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Jabir yang tersebut pada nomor 196 di muka.")
Bab Ke-12: Mengenai Apa yang Disebutkan Perihal Paha
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, Jarhad, dan Muhammad bin Jahsy bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda, "Paha itu adalah aurat."[11]
Anas
bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw menyingkapkan (sarungnya) sehingga
tampaklah pahanya." [12]
Hadits
Anas itu lebih kokoh sanadnya, namun hadits Jarhad (yang menyebutkan bahwa paha
itu aurat) adalah lebih hati-hati, dapat mengeluarkan kita (kaum muslimin) dari
perselisihan pendapat.
Abu Musa berkata, "Nabi Muhammad saw. menutup pahanya sewaktu Utsman bin Affan masuk."[13]
Zaid
bin Tsabit berkata, "Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya pada waktu
pahanya di atas pahaku, lalu ia terasa begitu beratnya padaku sampai aku
khawatir (paha beliau) akan meremukkan pahaku."[14]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian besar hadits Anas yang tersebut pada Kitab ke-55
"al-Washaayaa", Bab ke-26.')
Bab Ke-13: Berapa Ukuran Pakaian Seorang Perempuan dalam Shalat?
Ikrimah berkata, "Apabila perempuan dapat menutup seluruh tubuhnya dengan selembar pakaian, itu sudah cukup."[15]
207.
Aisyah berkata, "Rasulullah saw biasa melakukan shalat subuh [ketika hari
masih gelap, 1/211] dan orang-orang mukmin perempuan hadir bersama beliau,
kepala mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah
mereka masing-masing [ketika telah usai melakukan shalat], dan tidak seorang
pun yang mengenal mereka karena masih gelap], [atau sebagian mereka tidak
mengenal sebagian yang lain, 1/211]"[16]
Bab
Ke-14: Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar dan Melihat
Gambar-Gambar Itu Sewaktu Shalat
208.
Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat pada kain hitam persegi
empat yang mempunyai beberapa tanda (lukisan). Beliau memandangnya sekilas.
Ketika beliau selesai, beliau bersabda, "Bawa pergilah kain-kainku (yang
ada tanda-tandanya) ini kepada Abu Jahm [bin Hudzaifah bin Ghanim dari bani Adi
bin Ka'ab][17] dan bawalah kepadaku kain tebal
tanpa lukisan milik Abu Jahm karena kain yang berlukisan itu menjadikanku
lengah dari shalatku tadi." (Dalam satu riwayat, "Aku disibukkan oleh
lukisan-lukisan ini." 1/183)
(Dalam
riwayat yang mu'allaq, "Aku melihat lukisannya ketika aku dalam shalat,
dan aku takut terganggu olehnya.")[18]
Bab Ke-15: Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar Salib atau Foto-Foto, Apakah Shalatnya Batal? Dan Apa yang Dilarang Darinya?
209.
Anas bin Malik berkata, "Aisyah mempunyai tirai (korden / penutup jendela)
untuk menutupi sisi-sisi rumahnya, lalu Nabi saw bersabda [kepadanya, 7/66],
"Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak [kepadaku]
di dalam shalatku."
Bab
Ke-16: Barang Siapa yang Shalat dengan Mengenakan Pakaian Oblong yang Terbuat
dan Sutra Lalu Mencopotnya
210.
Uqbah bin Amir berkata, "Dihadiahkan baju kurung sutra kepada Nabi
Muhammad saw., lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau
lalu berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci
kepadanya, lalu beliau bersabda, 'Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang
bertakwa.'"
Bab Ke-17: Shalat dengan Mengenakan Pakaian Berwarna Merah
211.
Abu Juhaifah berkata, "Aku melihat (dalam satu riwayat: Aku dibawa kepada,
4/167) Rasulullah saw. [sedang beliau di saluran, 4/165] dalam kubah merah dari
kulit [pada waktu tengah hari], dan aku melihat Bilal mengambil (dalam satu
riwayat: keluar lalu azan untuk shalat, [lalu aku mengikuti gerakan mulutnya ke
sana ke mari melakukan azan, l/156], kemudian dia masuk, lalu mengeluarkan
sisa) air wudhu Rasulullah saw., dan aku melihat orang-orang bersegera terhadap
air wudhu Rasul itu. Orang yang mendapatkan sedikit dari air itu, ia
mengusapkannya pada dirinya, dan orang yang tidak mendapatkan sesuatu dari air
itu, ia mengambil dari basah-basahan tangan temannya. Aku melihat Bilal [masuk,
lalu] mengambil (dalam satu riwayat: mengeluarkan) tongkat panjang dan di
pancangkannya [di hadapan Rasulullah saw., dan beliau melakukan shalat]. Nabi
Muhammad saw keluar dengan pakaian merah tersingsingkan, [seolah-olah aku
melihat sinar betisnya, lalu beliau menancapkan tongkat itu, kemudian melakukan
shalat dengan orang-orang ke arah tongkat [yaitu shalat zhuhur dua rakaat dan
ashar] dua rakaat, dan aku melihat manusia dan hewan [dalam satu riwayat: himar
dan orang perempuan] melewati muka tongkat panjang itu. [Dan orang-orang pun
berdiri, lantas mereka pegang kedua tangan beliau dan mereka usapkan ke wajah
mereka." Abu Juhaifah berkata, "Aku lalu memegang tangan beliau dan
aku letakkan di wajah aku, ternyata tangan beliau itu lebih dingin daripada
salju dan lebih harum baunya daripada minyak wangi."]
Abu
Abdillah berkata, "Al-Hasan menganggap tidak apa-apa bagi seseorang untuk
shalat di atas salju dan jembatan meskipun kencing mengalir di bawahnya atau di
atasnya atau di depannya, asalkan di sana terdapat sutrah (pembatas) antara
orang tersebut dan kotoran itu."[19]
Abu
Hurairah juga pernah shalat di atas atap masjid (mengikuti) shalat imam.[20]
Ibnu
Umar shalat di atas salju.[21]
Bab
Ke-18: Shalat di Atas Genting (Atap), Mimbar, dan Kayu
212.
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw jatuh dari kudanya, lalu terlukalah
kulit betisnya atau kulit bahunya (dalam satu riwayat: terluka kaki beliau,
2/229), dan beliau berjanji tidak akan pulang kepada istrinya selama sebulan.
Beliau tinggal di kamar loteng yang diberi tangga dengan batang korma.
Berdatanganlah para sahabat mengunjungi beliau. Beliau shalat bersama-sama
mereka sambil duduk, sedangkan mereka shalat dengan berdiri. Setelah beliau
memberi salam, beliau bersabda, "Imam itu dijadikan hanyalah semata-mata
agar diikuti. Apabila ia sudah takbir, bertakbirlah kamu; apabila dia ruku,
rukulah kamu; apabila dia sujud, sujudlah kamu. Apabila dia shalat dengan
berdiri, shalatlah kamu dengan berdiri." [Umar bertanya, "Apakah
engkau sudah menceraikan istri-istrimu?" Nabi menjawab, 'Tidak, tetapi aku
berjanji menjauhi mereka selama sebulan." 3/106]. Setelah hari yang kedua
puluh sembilan, beliau turun dari kamar loteng itu [kemudian masuk menemui
istri-istri beliau, 2/229]. Lalu para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah,
bukankah engkau berjanji tidak akan pulang selama sebulan?" Beliau
bersabda, "Sebulan itu dua puluh sembilan hari."[22]
Bab
Ke-19: Apabila Pakaian Seseorang yang Shalat Sewaktu Sujud Menyentuh Istrinya
213.
Maimunah [binti al-Harits] berkata, "Rasulullah saw melakukan shalat dan
aku berada sejajar dengan beliau (dalam satu riwayat: aku sedang tidur di
samping beliau, 1/131), padahal aku sedang haid, (dalam satu riwayat: tempat
tidurku sejajar dengan tempat shalat Nabi Muhammad saw.), dan kadang-kadang
pakaian beliau menyentuhku apabila beliau sujud." Maimunah menambahkan,
"Beliau itu shalat di atas tikar kecil."
Bab
Ke-20: Shalat di Atas Tikar
Jabir
dan Abu Sa'id pernah shalat di atas kapal dengan berdiri.[23]
Al-Hassan
berkata, "Kalau tidak mengganggu sahabat-sahabat yang lain, Anda boleh
shalat dengan berdiri dan berputar-putar dengan berputarnya (perahu). Kalau
tidak bisa, bolehlah Anda shalat dengan duduk."[24]
Bab
Ke-22: Shalat di Atas Hamparan (Tempat Tidur)
Anas
pernah shalat di atas tempat tidurnya.[25]
Anas
berkata, "Kami pernah shalat dengan Nabi Muhammad saw dan salah seorang
dari kami sujud di atas pakaian beliau."[26]
214.
Anas bin Malik r.a. berkata bahwa neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah saw
untuk memakan makanan yang dibuatnya untuk beliau, lalu beliau memakannya.
Beliau lalu bersabda, "Berdirilah. Aku akan shalat untukmu." Anas
berkata, "Aku berdiri di tikar kami yang telah hitam karena lamanya
dipakai. Aku memercikinya dengan air, lalu Rasulullah saw berdiri dan aku
bersama anak yatim membuat shaf di belakang beliau, dan orang perempuan tua di
belakang kami. Rasulullah saw shalat untuk kami dua rakaat, kemudian beliau
pergi."
Bab Ke-21: Shalat di Atas Tikar Kecil
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
akhir hadits Maimunah yang tercantum pada nomor 213 di atas.")
215.
Aisyah istri Nabi Muhammad saw. berkata, "Aku tidur di hadapan Rasulullah
saw dan kedua kakiku pada arah kiblat beliau [sedangkan beliau melakukan
shalat, 2/61]. Apabila beliau sujud, beliau merabaku, maka aku tarik kedua
kakiku. Apabila beliau berdiri, aku julurkan kedua kakiku." Ia berkata,
"Pada waktu itu, rumah-rumah tanpa lampu." (Dalam satu riwayat:
Rasulullah saw melakukan shalat, sedangkan Aisyah berada di antara beliau dan
kiblat, di atas tempat tidur istrinya). (Dalam riwayat lain: Aisyah telentang
di atas tempat tidur yang ditempati mereka berdua tidur, seperti telentangnya
jenazah).
Bab
Ke-23: Sujud di Atas Kain Pada Waktu Panas yang Teramat Terik
Al-Hasan
berkata, "Orang-orang sujud di atas sorban-sorban mereka dan kopiah dengan
kedua tangan di dalam lengan baju mereka (karena panas yang sangat
terik)."[27]
terik)."[27]
216. Anas bin Malik berkata, "Kami shalat bersama Nabi Muhammad saw. [ketika hari panas terik, 1/107 (dalam satu riwayat: sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak bisa menempelkan wajahnya ke tanah, 2/161)], lalu salah seorang di antara kami meletakkan ujung pakaiannya di tempat sujud karena sangat (dalam satu riwayat: karena menjaga diri dari) panas."
Bab
Ke-24: Shalat dengan Mengenakan Sandal
217.
Abu Maslamah Sa'id bin Yazid al Azdi berkata, "Aku bertanya kepada Anas
bin Malik, 'Apakah Nabi Muhammad saw. shalat pada kedua sandal beliau?' Ia
menjawab, 'Ya.'"
Bab
Ke-25: Shalat dengan Mengenakan Khuf (Sepatu Tinggi)
218. Hamam ibnul-Harits berkata, "Aku melihat Jarir bin Abdullah kencing, kemudian berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya (sepatu yang menutup mata kaki), kemudian ia berdiri dan shalat. Ia ditanya, lalu menjawab, 'Aku melihat Rasulullah saw berbuat seperti ini.'" Ibrahim berkata, "Hal ini menjadikan mereka keheranan karena Jarir termasuk orang yang paling akhir (dari kalangan sahabat) yang masuk Islam."
Bab Ke-26: Apabila Seseorang tidak Sujud dengan Sempurna
219.
Hudzaifah pernah melihat seseorang melakukan shalat tanpa menyempurnakan ruku
dan sujudnya. Setelah orang itu selesai shalat, Hudzaifah menegurnya,
"Kamu tadi belum dapat dianggap telah melakukan shalat." Perawi
hadits ini menambahkan, "Aku kira, Hudzaifah berkata, 'Seandainya kamu
meninggal, tentulah kamu meninggal tidak di atas sunnah Muhammad saw.'"
Bab
Ke-27: Menampakkan Ketiak dan Memisahkan Lengan dan Tubuh Pada Waktu Sujud
220.
Abdullah bin Malik ibnu Buhainah r.a. berkata bahwa apabila Nabi Muhammad saw.
shalat, beliau merenggangkan kedua tangan beliau sehingga tampak putihnya kedua
ketiak beliau.
Bab Ke-28: Keutamaan Shalat Menghadap Kiblat
Hendaklah
seseorang menghadapkan pula jari-jari kakinya ke kiblat. Demikian dikatakan
oleh Abu Humaid dari Nabi Muhammad saw.[28]
211.
Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sehingga mereka menyatakan, 'Tidak ada tuhan kecuali
Allah.' Apabila mereka sudah menyatakan demikian dan melakukan shalat seperti
shalat kita, menghadap kiblat kita, dan menyembelih sembelihan seperti cara
kita menyembelih, diharamkan atas kita darah dan harta mereka, kecuali dengan
haknya, dan hisabnya terserah kepada Allah.'" (Dalam satu riwayat:
"Maka ia adalah orang muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul
Nya.")
(Dalam suatu riwayat mu'allaq dari Humaid: Maimun bin Siyah bertanya kepada Anas bin Malik, "Wahai ayah Hamzah, apakah yang menjadikan haramnya darah dan harta seseorang (untuk diambil)?" Anas menjawab, "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, menghadap kiblat seperti kiblat kita, mengerjakan shalat seperti shalat kita, dan memakan sembelihan kita, dia adalah muslim, dia mempunyai hak sebagaimana orang muslim, dan mempunyai kewajiban sebagaimana orang muslim.")
Bab
Ke-29: Kiblatnya Penduduk Madinah dan Penduduk Syam serta Tidak Ada Kiblat di
Sebelah Timur dan Barat, Mengingat Sabda Nabi Muhammad saw., 'Janganlah kamu
menghadap kiblat pada waktu buang air besar atau kencing, tetapi menghadaplah
ke Timur atau ke Barat.[29]
(Aku
katakan, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abu Ayyub yang telah disebutkan pada nomor 97 di muka.")
Bab
Ke-30: Firman Allah Ta'ala, "Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim
sebagai tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
222.
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw masuk di Baitullah,
beliau berdoa dalam seluruh arah-arahnya dan beliau tidak shalat sampai beliau
keluar darinya. Setelah beliau keluar, beliau melakukan shalat dua rakaat di
arah Ka'bah dan bersabda, 'Inilah kiblat itu.'"
Bab
Ke-31: Menghadap ke Arah Kiblat (Ka'bah) di Mana Pun Berada
Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw bersabda, "Menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah (yakni bertakbiratul ihram untuk memulai shalat)."[30]
223.
Jabir berkata, "Nabi Muhammad saw. shalat di kendaraan beliau ke mana saja
kendaraan itu menghadap. Akan tetapi, apabila beliau akan shalat fardhu, beliau
turun dan menghadap kiblat"
224.
Abdullah berkata, "Nabi saw. shalat [zhuhur dengan mereka, 7/227] [lima
rakaat 2/65]. Setelah beliau salam, dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah,
telah terjadi sesuatu dalam shalat?' (Dalam satu riwayat: 'Apakah shalat telah
ditambah? Dalam riwayat lain: 'Apakah shalat telah diringkas atau terlupakan?)
Beliau bersabda, 'Apakah itu?' Mereka menjawab, 'Engkau melakukan shalat lima
rakaat.' Beliau lalu melipatkan kedua kaki dan menghadap kiblat, lalu sujud dua
kali [sesudah salam], kemudian beliau salam lagi. Ketika beliau menghadapkan
muka kepada kami, beliau bersabda, 'Sesungguhnya, kalau terjadi sesuatu dalam
shalat niscaya aku beritahukan kepadamu. Akan tetapi, aku adalah manusia
seperti kamu; aku bisa lupa sebagaimana kamu lupa. Apabila aku lupa,
ingatkanlah. Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya,
condonglah kepada yang benar, lantas hendaklah ia menyempurnakannya, kemudian
mengucapkan salam, kemudian sujud dua kali.'"
Bab
Ke-32: Tentang (Menghadap) Kiblat dan Orang yang Menganggap Tidak Perlu
Mengulang Shalat Apabila Seseorang Lupa dan Shalat dengan Menghadap ke Arah
Selain Kiblat
Nabi
Muhammad saw pernah mengucapkan salam setelah melakukan dua rakaat shalat
zhuhur dan menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak, kemudian menyempurnakan
rakaat yang masih tertinggal.[31]
225.
Anas berkata bahwa Umar berkata, "Aku mendapatkan persetujuan Tuhanku
dalam tiga hal. Aku (Umar) berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita
jadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat?' Turunlah ayat, 'Dan, jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.' Dan, ayat hijab (bertirai) di
mana aku berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau engkau perintahkan
istri-istrimu berhijab karena mereka diajak bercakap-cakap oleh (dalam satu
riwayat: engkau biasa didatangi oleh, 5/ 149) orang yang baik dan orang yang
jahat? Turunlah ayat hijab. Dan, istri-istri Nabi Muhammad saw. bersepakat
untuk cemburu kepada beliau, lalu aku berkata kepada mereka, 'Jika beliau
menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan menggantinya dengan istri-istri
yang lebih baik daripada kalian.' (Dalam satu riwayat: 'Dan telah sampai berita
kepadaku bahwa Nabi Muhammad saw mencela sebagian istrinya. Aku lalu menemui
mereka dan berkata, 'Berhentilah kalian dari perbuatan itu atau Allah akan mengganti
bagi Rasul-Nya istri-istri yang lebih baik daripada kalian,' hingga aku datang
kepada salah seorang dari mereka. Salah satu istri ini berkata, 'Hai Umar,
apakah pada Rasulullah itu tidak terdapat sesuatu yang dapat memberi pelajaran
atau menyadarkan istri-istrinya sehingga engkau menasihati mereka?'). Maka,
turunlah ayat ini."
226. Abdullah bin Umar berkata, "Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba', tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, 'Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur'an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].' Mereka lalu menghadap ke Ka'bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu menghadapkan wajahnya ke Ka'bah."
Bab
Ke-33: Menggaruk Ludah dari Masjid dengan Tangan
227.
Anas r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw melihat dahak di arah kiblat. Beliau
merasa keberatan terhadap hal itu sehingga tampak di wajah beliau
(ketidaksenangan itu), lalu beliau berdiri, lantas menggaruknya dengan tangan
beliau seraya bersabda, "Sesungguhnya, apabila salah seorang di antaramu
berdiri dalam shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (bercakap-cakap) dengan
Tuhannya atau Tuhannya itu di antara dia dan kiblatnya. Karena itu, janganlah
salah seorang diantaramu meludah ke arah kiblatnya [dan jangan pula ke arah
kanannya, 1/107], tetapi kesebelah kiri atau di bawah telapak kakinya [yang
kiri, 1/135]." Beliau lalu mengambil ujung selendang beliau dan meludah di
situ. Beliau lalu menggeserkan sebagiannya atas sebagian yang lain, lalu beliau
bersabda, 'Atau, berbuat seperti ini.'"
228.
Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw melihat ludah (dalam satu riwayat:
dahak, 1/183) di dinding masjid pada arah kiblat [ketika beliau akan
mengerjakan shalat di depan orang banyak], lalu beliau menggosoknya [dengan
tangannya, 7/98], lalu menghadap kepada orang banyak (dalam satu riwayat: maka
beliau marah kepada ahli masjid, 2/62), lalu bersabda [setelah selesai],
"Apabila salah seorang di antara kalian sedang shalat, janganlah ia
meludah di depannya karena sesungguhnya Allah itu berada di arah mukanya jika
ia sedang shalat." [Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, "Apabila
salah seorang dari kamu meludah, hendaklah ia meludah ke sebelah
kirinya."]
229. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw melihat ada ingus, ludah, atau dahak di dinding masjid, lalu beliau menggosoknya.
Bab
Ke-34: Menggosok Dahak dari Masjid dengan Batu
Ibnu Abbas berkata, "Apabila kamu menginjak kotoran yang basah, cucilah ia, dan jika kering, tidak perlu kamu cuci."[32]
Ibnu Abbas berkata, "Apabila kamu menginjak kotoran yang basah, cucilah ia, dan jika kering, tidak perlu kamu cuci."[32]
230.
Abu Hurairah dan Abu Said berkata bahwa Rasulullah saw melihat dahak pada
dinding (dalam satu riwayat: ke arah kiblat, 1/107) masjid, lalu beliau
mengambil sebutir kerikil kemudian menggosok-gosoknya, lalu beliau bersabda,
"Apabila seseorang di antara kalian ingin meludah, janganlah ia meludah ke
arah depannya dan kanannya, tetapi hendaklah meludah ke sebelah kirinya atau ke
bawah kakinya yang kiri."[33]
Bab
Ke-35: Jangan Meludah ke Sebelah Kanan Ketika Shalat
Bab
Ke-36: Hendaknya Meludah ke Sebelah Kirinya atau di Bawah Kaki Kirinya
Bab
Ke-37: Denda Meludah di Masjid
231.
Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Meludah di
masjid adalah suatu kesalahan dan kaffarahnya (tebusannya) adalah menanamnya
(menghilangkannya).'"
Bab
Ke-38: Memendam Ludah di Masjid
232.
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Jika seseorang di
antara kalian berdiri mengerjakan shalat, janganlah meludah ke depannya karena
sebenarnya ia di saat itu sedang bermunajat kepada Allah selama ia masih di
tempat shalatnya dan janganlah ia meludah ke sebelah kanannya karena di sebelah
kanannya ada seorang malaikat, tetapi hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya
atau ke bawah telapak kakinya, lalu memendamnya (menanamnya)."
Bab
Ke-39: Apabila Terpaksa untuk Segera Meludah, Baiknya Mengambil Ujung
Pakaiannya
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tersebut pada nomor 227 di muka.")
Bab
Ke-40: Nasihat Imam Kepada Orang Banyak Mengenai Pelaksanaan Shalat yang
Sempurna dan Keterangan Tentang Kiblat
233. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apakah kamu melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tidaklah tersembunyi atasku kekhusyuanmu dan rukumu, [dan, l/181] sesungguhnya aku melihatmu dari belakang punggungku."
234. Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw shalat bersama dengan kami sebagai imam dalam suatu shalat yang dikerjakan. Kemudian, beliau naik mimbar, lalu bersabda mengenai shalat dan ruku, 'Sesungguhnya, aku melihat kalian dari belakangku sebagaimana aku melihat kalian (sewaktu berhadap-hadapan).'"
Bab
Ke-41: Bolehkah Dikatakan Masjid Bani Fulan?
235.
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw memperlombakan antar kuda
yang diberi makan penuh dari Hafya' ke Tsaniyatil Wada' dan memperlombakan
antar kuda yang tidak diberi makan penuh dari Tsaniyah ke masjid bani Zuraiq.
Abdullah bin Umar termasuk orang yang ikut berlomba itu.
Bab
Ke-42: Membagi dan Menggantungkan Tempat Penyimpanan Harta di Dalam Masjid
Anas
berkata, "Nabi Muhammad saw diberi harta dari Bahrain. Beliau lalu
bersabda, 'Sebarkanlah di masjid!' Itulah sebanyak-banyak harta yang
disampaikan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw lalu keluar untuk shalat dan
tidak menoleh kepadanya. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau
datang dan duduk di sana. Bila beliau melihat seseorang, orang itu beliau beri
harta itu. Tiba-tiba Abbas r.a. datang kepada beliau, lalu ia berkata, 'Wahai
Rasulullah, berilah aku karena aku menebus diriku dan aku menebus Aqil.'
Rasulullah lalu bersabda kepadanya, 'Ambillah.' Abbas lalu mengambilnya dan
memasukkannya di dalam kainnya, dan dia menganggap pemberian itu hanya sedikit,
tetapi ia tidak mampu untuk membawanya. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, suruhlah
seseorang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau bersabda, 'Tidak.' Ia berkata,
'Engkau sajalah yang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau menjawab, 'Tidak.' Ia
lalu pergi. Rasulullah saw. mengikutinya terus dengan pandangannya hingga Abbas
tidak terlihat oleh kami. Rasulullah saw berbuat begitu karena merasa heran terhadap
keinginannya. Ketika Rasulullah saw. berdiri, di sana sudah tidak ada satu
dirham pun."
Bab Ke-43: Orang yang Mengundang Makan di Masjid dan Orang yang Mengabulkan Undangan Itu
236.
Anas berkata, "Aku mendapati Nabi Muhammad saw dalam masjid bersama dengan
sejumlah orang. Aku langsung mendekati beliau, lalu beliau bertanya kepadaku,
'Apakah engkau suruhan Abu Thalhah?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau bertanya,
'Untuk makan-makan?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau lalu bersabda kepada
orang-orang yang bersama beliau, 'Berdirilah!' Mereka lalu keluar dan aku
berangkat di depan mereka."
Bab
Ke-44: Memberikan Keputusan dan Saling Mengucapkan Li'an di Masjid
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada Kitab ke-68 'ath-Thalaq', Bab
ke-20.")
Bab Ke-45: Apabila Seseorang Memasuki Sebuah Rumah, Haruskah Dia Shalat di Mana Saja yang Dia Kehendaki Ataukah Seperti yang Diperintahkan? Dan tidak Boleh Mengadakan Penyelidikan
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Itban yang panjang yang akan disebutkan di bawah ini [nomor
237].")
Bab
Ke-46: Mendirikan Masjid di Rumah-Rumah
Al-Barra'
bin Azib shalat di masjidnya yang terletak di rumahnya dengan berjamah.[34]
237.
Dari Mahmud bin ar-Rabi' al-Anshari [dan dia mengaku menahan Rasulullah saw dan
menahan muntahan yang dimuntahkannya (dalam satu riwayat: dia berkata,
"Aku menahan dari Nabi Muhammad saw muntahan yang beliau muntahkan di
wajahku dan ketika itu aku berumur lima tahun, 1/27) dari timba yang berharga
beberapa dirham, l/204] [Mahmud mengaku, 2/55] bahwasanya [dia mendengar] Itban
bin Malik [seorang tunanetra dan, 1/163] termasuk sahabat Rasulullah saw. dari
golongan yang menyaksikan (turut serta dalam) Perang Badar dari kalangan Anshar
[bersama Rasulullah saw., katanya, "Aku melakukan shalat untuk mengimami
kaumku, bani Salim, dan antara aku dan mereka terdapat lembah yang apabila
turun hujan aku kesulitan melewatinya menuju ke masjid. Aku datang kepada
Rasulullah saw. dan berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, pandanganku sudah
buruk, padahal aku menjadi imam shalat bagi kaumku. Apabila turun hujan,
mengalirlah air di lembah yang ada di antara aku dan mereka sehingga aku tidak
mampu mendatangi masjid mereka untuk mengimami mereka. Wahai Rasulullah, aku
ingin engkau datang kepada ku, lalu engkau shalat di rumahku [di tempat] yang
aku jadikan mushalla.' Rasulullah saw bersabda kepadaku, 'Akan aku lakukan
insya Allah.' Keesokan harinya, Rasulullah saw dan Abu Bakar datang kepadaku
saat matahari sudah tinggi (dalam satu riwayat: sangat terik). Rasulullah saw
minta izin dan aku mengizinkannya, namun beliau tidak duduk ketika (dalam satu
riwayat: sehingga, 6/202) masuk rumah. Beliau lalu bertanya, 'Dimanakah kamu
inginkan agar aku shalat di rumahmu?' Aku menunjukkan beliau suatu arah dari
rumahku, lalu Rasulullah berdiri dan bertakbir. Kami lalu berdiri dan berbaris
[di belakang beliau), kemudian beliau shalat dua rakaat dan salam [dan kami
mengucapkan salam setelah beliau salam]. Kami menahan beliau (untuk menyantap)
bubur gandum yang kami campur dengan daging untuk beliau. [Maka orang-orang
sekitar mendengar Rasulullah saw. ada di rumah saya]. Datanglah beberapa orang
laki-laki dari desa itu dan mereka berkumpul. Salah seorang dari mereka
berkata, 'Dimanakah Malik bin Dukhaisyin atau Ibnu Dukhsyun?' Sebagian mereka
menjawab, 'Dia itu orang munafik, tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya.'
Rasulullah saw lalu bersabda, Janganlah kamu berkata demikian. Bukankah kamu
telah melihatnya telah mengucapkan, 'Tiada Tuhan melainkan Allah' yang dengan
ucapan itu ia mengharapkan ridha Allah?' Ia berkata, 'Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui.' [Adapun kami], sesungguhnya kami melihat wajah dan nasihatnya
kepada orang-orang munafik. Rasulullah saw lalu bersabda, 'Sesungguhnya, Allah
mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan, 'Tiada tuhan melainkan
Allah, karena mengharapkan keridhaan Allah.'"
[Mahmud berkata, "Aku lalu menceritakan hal ini kepada suatu kaum yang di antaranya terdapat Abu Ayyub, yang menemani Rasulullah saw dalam peperangan yang mengantarkannya gugur di sana. Yazid bin Muawiyah sedang berkuasa atas mereka di negeri Rum. Abu Ayyub mengingkari hal itu atas aku. Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengira Rasulullah akan bersabda seperti yang engkau ceritakan itu.' Aku merasakan hal itu sebagai sesuatu yang besar. Aku menetapkan diriku karena Allah supaya menerimaku, sehingga aku selesai perang, untuk menanyakan hal itu kepada Itban bin Malik r.a-jika aku dapat menjumpainya ketika masih hidup-di masjid kaumnya. Aku menutup (selesai perang). Aku lalu ber-talbiyah untuk haji atau umrah, kemudian aku pergi hingga sampai di Madinah, kemudian aku datang ke perkampungan bani Salim, ternyata dia adalah seorang tua yang tunanetra, yang sedang shalat mengimami kaumnya. Setelah dia usai salam dari shalatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku beritahukan jati diriku, kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits itu. Dia lalu menceritakannya kepadaku sebagaimana dahulu ia menceritakannya kepadaku kali pertama." 2/56]
Ibnu Syihab berkata, "Aku bertanya kepada al-Hushain bin Muhammad al Anshari-salah seorang dari bani Salim dan termasuk salah seorang anggota pasukan infanteri-tentang hadits Mahmud bin ar-Rabi' (diatas), lalu ia membenarkan hal itu."
[Mahmud berkata, "Aku lalu menceritakan hal ini kepada suatu kaum yang di antaranya terdapat Abu Ayyub, yang menemani Rasulullah saw dalam peperangan yang mengantarkannya gugur di sana. Yazid bin Muawiyah sedang berkuasa atas mereka di negeri Rum. Abu Ayyub mengingkari hal itu atas aku. Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengira Rasulullah akan bersabda seperti yang engkau ceritakan itu.' Aku merasakan hal itu sebagai sesuatu yang besar. Aku menetapkan diriku karena Allah supaya menerimaku, sehingga aku selesai perang, untuk menanyakan hal itu kepada Itban bin Malik r.a-jika aku dapat menjumpainya ketika masih hidup-di masjid kaumnya. Aku menutup (selesai perang). Aku lalu ber-talbiyah untuk haji atau umrah, kemudian aku pergi hingga sampai di Madinah, kemudian aku datang ke perkampungan bani Salim, ternyata dia adalah seorang tua yang tunanetra, yang sedang shalat mengimami kaumnya. Setelah dia usai salam dari shalatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku beritahukan jati diriku, kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits itu. Dia lalu menceritakannya kepadaku sebagaimana dahulu ia menceritakannya kepadaku kali pertama." 2/56]
Ibnu Syihab berkata, "Aku bertanya kepada al-Hushain bin Muhammad al Anshari-salah seorang dari bani Salim dan termasuk salah seorang anggota pasukan infanteri-tentang hadits Mahmud bin ar-Rabi' (diatas), lalu ia membenarkan hal itu."
Bab Ke-47: Mendahulukan Yang Kanan dalam Memasuki Masjid dan Lain-Lain
Abdullah
bin Umar memulai dengan kakinya yang kanan, sedangkan bila keluar, ia
memulainya dengan kakinya yang kiri.[35]
238.
Aisyah berkata, "Nabi Muhammad saw suka sekali mendahulukan yang kanan
sebisa mungkin dalam semua urusannya, seperti dalam bersuci, menyisir rambut,
dan memakai terompah."
Bab
Ke-48: Apakah Boleh Menggali Kubur Kaum Musyrikin di Zaman Jahiliah dan
Mempergunakan Tempat Itu Sebagai Masjid?
Nabi
Muhammad saw bersabda, "Allah melaknat orang Yahudi karena mereka
membangun tempat-tempat ibadah di kuburan-kuburan para nabi mereka."
Juga
dibencinya shalat di kuburan.
Umar
melihat Anas bin Malik shalat di sisi kuburan dan berseru, "Kuburan!
Kuburan!" Beliau tidak menyuruh mengulangi shalatnya.[36]
239.
Anas r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw datang ke Madinah. Beliau turun di
Madinah kawasan atas, di suatu perkampungan yang disebut bani Amr bin Auf. Nabi
Muhammad saw tinggal di tempat mereka selama empat belas malam. Beliau lalu
mengirimkan (utusan) kepada orang-orang bani Najjar. Mereka datang dengan
menyandang pedang. Seolah-olah aku melihat Nabi Muhammad saw di atas kendaraan
beliau, Abu Bakar mengiringi beliau, dan orang-orang bani Najjar di sekeliling
beliau, sehingga beliau meletakkan kendaraan beliau di halaman rumah Abu Ayyub.
Beliau suka menunaikan shalat di mana saja sewaktu tiba waktu shalat dan beliau
shalat di tempat menderumnya kambing. [Kemudian sesudah itu, aku mendengar dia
berkata, 'Beliau shalat di tempat menderumnya kambing, sebelum dibangunnya
masjid.'] (Dalam satu riwayat: Kemudian) beliau menyuruh membangun masjid dan
beliau minta dipanggilkan orang-orang bani Najjar, lalu beliau bersabda,
'Berapakah harga kebunmu ini?' Mereka menjawab, 'Tidak. Demi Allah, kami tidak
meminta harganya kecuali kepada Allah ta'ala.' Anas berkata, 'Di kebun itu
terdapat apa yang aku katakan kepadamu, yaitu kuburan orang-orang musyrik, juga
terdapat reruntuhan dan terdapat pohon kurma. Nabi Muhammad saw. lalu
memerintahkan supaya kuburan orang-orang musyrik itu digali, kemudian
reruntuhan itu diratakan, dan pohon-pohon kurma ditebang. Mereka menjajarkan
batang-batang pohon kurma di arah kiblat masjid. Kedua ambang pintu dibuat dari
batu. Mereka memindahkan batu-batu seraya bersyair rajaz dan Nabi bersama
mereka sambil berkata (dalam satu riwayat: bersama mereka mengucapkan),
("Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka ampunilah
orang-orang Anshar dan Muhajirin.')"
Bab Ke-49: Shalat di Kandang Kambing
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Anas di muka.")
Bab
Ke-50: Shalat di Tempat Pembaringan (Ladang-Ladang) Unta
240. Nafi' berkata, "Aku melihat Ibnu Umar shalat menghadap untanya dan ia berkata, 'Aku melihat Nabi Muhammad saw melakukannya.'"
Bab
Ke-51: Orang yang Shalat di Depan Tungku Pemanasan atau Api atau Hal-Hal Lain
Yang Disembah Orang, Tetapi Dia Memaksudkan Shalatnya Semata-mata untuk Allah
Anas
berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Neraka ditampakkan kepadaku
ketika aku sedang shalat"[37]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada Kitab ke-16 'al-Kusuf', Bab
ke-9.")
Bab Ke-52: Dibencinya Shalat di Kuburan
241.
Ibnu Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Lakukanlah sebagian
shalatmu (selain shalat fardhu, yakni shalat sunnah) di rumahmu dan janganlah
kamu jadikan rumahmu itu sebagai kuburan (bukan tempat shalat)."
Bab Ke-53: Shalat di Tempat Tempat Reruntuhan Gempa dan Bekas Azab
Diriwayatkan bahwa Ali tidak menyukai shalat di tempat bekas reruntuhan gempa di Babil.[38]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang akan disebut kan pada Mtab ke-60 'al-Anbiya', Bab ke17.")
Bab
Ke-54: Shalat di Gereja atau Candi (Tempat Ibadah Agama Selain Islam)
Umar berkata, "Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu."[39]
Ibnu
Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada
patung di dalamnya.[40]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits
Aisyah yang akan disebutkan pada Kitab ke-23 'al-Janaiz', Bab ke-62.")
Bab
Ke-55:
242.
Aisyah dan Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) berkata, "Ketika Rasulullah saw
menghadapi kematian, beliau melemparkan selendang pada muka beliau. Ketika
selendang itu menutupi muka beliau, beliau membukanya seraya bersabda dalam
keadaan demikian, 'Laknat (kutukan) Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani
karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat
ibadah).'" Beliau mempertakutkan akan apa yang mereka perbuat.[41]
243.
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah
melaknat orang-orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di
atas kuburan nabi-nabi mereka."
Bab
Ke-56: Sabda Nabi Muhammad saw., "Bumi Itu Dijadikan untukku Sebagai
Tempat Shalat dan Alat Bersuci (Tayamum)."[42]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Jabir yang tersebut pada nomor 186 di muka.")
Bab
Ke-57: Tidurnya Seorang Wanita di Masjid
244.
Aisyah berkata bahwa seorang budak perempuan hitam milik suatu perkampungan
Arab yang sudah mereka merdekakan, tetapi masih suka bersama mereka, berkata,
"Seorang anak perempuan kecil yang mengenakan selendang merah dari kulit
keluar kepada mereka. Diletakkannya atau jatuh darinya dan lewatlah seekor
burung rajawali dan burung itu mengira selendang yang jatuh itu sebagai daging,
lantas dipungut nya. Mereka mencari selendang itu, namun tidak ditemukan, lalu
mereka menuduhku. Mereka mencarinya sehingga mereka mencari di kemaluanku.
(Dalam satu riwayat: Mereka lalu menyiksaku sampai mereka mencari di
kemaluanku, 4/235). Demi Allah, sungguh aku berdiri bersama mereka [sedang aku
masih dalam kesedihan], tiba-tiba burung rajawali itu lewat [hingga sejajar
dengan kepala kami] lantas menjatuhkan selendang itu. Selendang itu jatuh di
antara mereka [lalu mereka mengambilnya]. Aku berkata, 'Itulah selendang yang
kamu tuduh aku mengambilnya, padahal aku sama sekali tidak mengambilnya. Inilah
dia!' Perempuan itu mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah saw dan masuk
Islam. Aisyah berkata, 'Perempuan itu mempunyai kemah atau bilik dari
tumbuh-tumbuhan di masjid. Perempuan itu datang dan bercerita kepadaku.
Tidaklah dia duduk di tempatku melainkan ia mengatakan, 'Hari selendang adalah
sebagian dari keajaiban Tuhan kita. Ketahuilah, bahwasanya Tuhan menyelamatkan
aku dari negara kafir.' Aku bertanya kepada perempuan itu, 'Mengapakah ketika
kamu duduk bersamaku mesti kamu ucapkan kalimat ini?' Perempuan itu lalu
menceritakan cerita-cerita ini.'"
Bab Ke-58: Tidurnya Orang Laki-Laki di Masjid
Anas
berkata, "Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw.,
kemudian mereka bertempat di teras masjid."[43]
Abdur Rahman bin Abu Bakar berkata, "Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir."[44]
245.
Abu Hurairah berkata, "Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush
Shuffah, tiada seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang.
Mereka hanya memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang
diikat seputar leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai
pada separo betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka
menyatukannya dengan tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat"
Bab Ke-59: Shalat Ketika Datang dari Bepergian
Ka'ab
bin Malik berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw. pulang dari bepergian,
beliau terlebih masuk ke masjid, lalu shalat di sana.'"[45]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
potongan dari hadits Jabir yang akan disebutkan pada Kitab ke-34
'al-Buyu", Bab ke-34.")
Bab Ke-60: Apabila Masuk Masjid Hendaklah Shalat Dua Rakaat
246.
Abu Qatadah as-Salami berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apabila
salah seorang di antaramu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum
duduk." (Dalam satu riwayat: "Janganlah ia duduk sehingga shalat dua
rakaat." 2/51)
Bab Ke-61: Hadats di Dalam Masjid
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Abu Hurairah yang tersebut pada Kitab ke-10 'al-Adzan', Bab
ke-30.")
Bab Ke-62: Membangun Masjid
Abu
Said berkata, "Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma."[46]
Umar
menyuruh membangun masjid dan berkata, "Lindungilah manusia (yang
berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau
kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak
khusuk)."[47]
Anas
mengatakan, "Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan
masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya (meramaikannya) melainkan
sedikit"[48]
Ibnu
Abbas berkata, "Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi
masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi (gereja
dan rumah ibadah mereka)."[49]
247.
Abdullah (bin Umar) berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun
dengan batu bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang
pohon korma. Abu Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a.
menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan
batu bata dan pelepah korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya,
Utsman r.a. mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun
dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan
tiang nya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati.
Bab
Ke-63: Tolong-menolong dalam Membangun (Memakmurkan) Masjid. Firman Allah,
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah,
sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang
sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
kepada (siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (at-Taubah: 17-18)
248.
Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku dan kepada anakku, yaitu
Ali, 'Berangkatlah kamu berdua ke rumah Abu Sa'id, lalu dengarlah apa yang
diceritakannya.' Kami berdua pergi kepadanya dan kami dapati dia [dan
saudaranya, 3/207] sedang dalam kebun membersihkan kebun itu. [Setelah melihat
kami, dia datang] lalu diambilnya selendangnya dan ia duduk dengan berpegang
lutut. Dia mulai bercerita kepada kami hingga sampai menyebutkan pembangunan
masjid. Ia berkata, 'Kami dahulu membawa [batu bata masjid] satu demi satu dan
Ammar membawa dua-dua batu bata, lalu Nabi Muhammad saw melihatnya dan beliau
menghilangkan debu darinya (dalam satu riwayat: beliau mengusap debu dari kepalanya)
seraya bersabda, 'Kasihan Ammar, ia akan dibunuh oleh golongan yang zalim,
padahal ia mengajak mereka ke surga, sedangkan mereka mengajaknya ke neraka.'
Ammar menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah itu.'"
Bab
Ke-64: Meminta Pertolongan Kepada Tukang Kayu dan Ahli Bangunan untuk
Mendirikan Tiang-Tiang Mimbar dan Masjid
249.
Jabir berkata bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah, dapatkah
aku membuatkan sesuatu untukmu yang dapat engkau duduk di atasnya karena aku
mempunyai seorang budak yang merupakan seorang tukang kayu?" Beliau
bersabda, "Jika kamu mau, bolehlah." Perempuan itu lalu membuatkan
tempat duduk yang berupa mimbar.
Bab Ke-65: Orang yang Mendirikan Masjid
250.
Ubaidillah al-Khaulani mendengar ucapan Utsman bin Affan r.a. ketika ia
mendengar perkataan orang-orang di kala membangun masjid Rasulullah saw.,
"Sesungguhnya, kamu telah berbuat banyak dan sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, 'Barang siapa yang membangun masjid-Bukair berkata,
'Aku kira beliau bersabda'-karena mengharapkan keridhaan Allah, Allah akan
membangunkan untuknya yang seperti itu di surga.'"
Bab
Ke-66: Memegang Mata Panah dengan Tangan Sewaktu Lewat di Masjid
251.
Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang laki-laki lewat di masjid sambil
membawa panah [dengan menampakkan mata panah/bagian tajamnya 8/190] lalu
Rasulullah saw bersabda kepadanya, 'Peganglah mata panahnya [jangan sampai
menggores orang muslim].' [Dia menjawab, 'Ya, aku laksanakan.']"
Bab
Ke-67: Lewat di Masjid
252.
Abu Musa berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa yang lewat
pada sesuatu dari masjid-masjid kami atau pasar kami dengan anak panah,
hendaklah ia pegang mata panahnya; janganlah ia melukai muslim dengan
telapaknya." (Dalam satu riwayat: "Jangan sampai ada sesuatu darinya
yang menimpa salah seorang muslim." 8/90)
Bab
Ke-68: Bersyair di Dalam Masjid
253.
Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf mendengar Hassan bin Tsabit al Anshari
meminta kesaksian kepada Abu Hurairah r.a. (dan dari jalan Said ibnul Musayyab,
berkata, "Umar lewat di masjid dan Hasan sedang bersenandung. Hassan
berkata (kepada Umar yang memelototinya), 'Aku pernah bersenandung (bersyair)
di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada engkau.'
Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata, 4/79), ['Hai Abu
Hurairah, 7/109], aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'Wahai Hassan, jawablah dari Rasulullah saw (dalam
satu riwayat: jawablah dariku). 'Wahai Allah, kuatkanlah ia dengan ruh suci
(Jibril).' Abu Hurairah menjawab, 'Ya.'"
Bab
Ke-69: Orang-Orang yang Bermain Tombak (Anggar) di Dalam Masjid
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Aisyah yang tercantum pada Kitab ke-12 'al-Idaini', Bab ke-2.")
Bab
Ke-70: Menyebutkan Jual Beli di Atas Mimbar di Dalam Masjid
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad nya hadits Aisyah dalam masalah pemerdekaan Barirah yang tercantum pada Kitab ke-24 'al-Buyu", Bab ke-73.")
Bab Ke-71: Menagih Utang dan Memberi Ketetapan di Masjid
254. Ka'ab bin Malik berkata bahwa ia beperkara utang dengan [Abdullah, 3/ 92] Ibnu Abi Hadrad [al-Aslami] [pada masa Rasulullah saw., 1/121] di masjid, [lalu ia mendesaknya, kemudian keduanya bersitegang]; suara keduanya keras hingga terdengar oleh Rasulullah saw. yang sedang berada di rumah beliau. Beliau keluar menemui keduanya sehingga terbukalah tirai kamar beliau. Beliau memanggil [Ka'ab bin Malik, 3/ 172], "Hai, Ka'ab." Ia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Lunasilah sebagian dari utangmu ini." Beliau memberi isyarat kepadanya [dengan tangan beliau], yakni separonya. Ia menjawab, 'Telah aku lakukan, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Berdirilah, lalu tunaikanlah." [Lalu ia mengambil separo utangnya dan membiarkan yang separonya].
Bab Ke-72: Menyapu Masjid, Memunguti Sobekan Kain, Kotoran, dan Kayu-kayuan Harum-haruman
255.
Abu Hurairah berkata bahwa seorang laki-laki hitam atau wanita hitam penyapu
masjid [aku tidak mengetahuinya kecuali seorang wanita],[50] lalu ia meninggal [sedang Nabi
Muhammad saw. tidak mengetahui kematiannya, 2/ 92], lalu beliau menanyakannya
[seraya bersabda, "Apa yang dilakukan orang-orang itu?"] Mereka
manjawab, "Meninggal." Nabi Muhammad saw menimpali, "Mengapa
kamu tidak memberitahukan kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya (dengan dhamir/kata
ganti "hi" (untuk laki-laki)) kepadaku!" Atau, beliau bersabda,
"Atau kuburannya (dengan kata ganti untuk wanita)." Beliau lalu
datang ke kuburnya dan menshalatinya.
Bab Ke-73: Diharamkannya Jual Beli Khamr di Masjid
256.
Aisyah r.a. berkata, "Ketika diturunkan ayat-ayat [terakhir, 3/11] dari
surah al-Baqarah tentang riba, Nabi Muhammad saw keluar ke masjid. Beliau lalu
membacakannya kepada orang-orang dan beliau mengharamkan berdagang khamr"
Bab Ke-74: Pelayan-Pelayan untuk Kepentingan Masjid
Ibnu
Abbas berkata mengenai ayat (tentang perkataan istri Imran), "Aku nazarkan
untuk Mu (ya Allah) anak yang ada dalam kandunganku," ialah untuk melayani
kepentingan masjid.[51]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abu Hurairah yang telah disebutkan dua bab sebelumnya.")
Bab
Ke-75: Orang yang Menjadi Tawanan atau Bermasalah Diikat di Masjid
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abu Hurairah pada Kitab ke 21 'al-Amal fish Shalah', Bab ke-10.")
Bab
Ke-76: Mandi Ketika Masuk Islam dan Mengikat Seorang Tawanan di Masjid
Syuraih memerintahkan agar orang yang bermasalah ditahan (diikat) di tiang masjid.[52]
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab
Ke-77: Membuat Kemah di Masjid untuk Orang-Orang Sakit dan Lainnya
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-78: Memasukkan Unta ke dalam Masjid Karena Sakit
Ibnu
Abbas berkata, "Nabi Muhammad saw melakukan thawaf dengan menaiki
unta."[53]
257.
Ummu Salamah berkata, "Aku mengadu kepada Rasulullah saw bahwa aku sakit.
Beliau bersabda, 'Thawaflah di belakang orang-orang dan kamu naik kendaraan.'
(Dalam satu riwayat darinya: Rasulullah saw bersabda kepadanya-ketika itu
beliau berada di Mekah dan hendak keluar-, 'Apabila telah diiqamati shalat
subuh, berthawaflah di atas unta mu ketika orang-orang sedang shalat,
2/65-1661). Aku lalu thawaf dan Rasulullah saw sedang shalat di samping
Baitullah seraya membaca ath-Thuur wa Kitaabim Masthuur." [Ummu Salamah
tidak melakukan shalat sehingga dia keluar.]
Bab Ke-79: Pintu Kecil dan Jalan Berlalu dalam Masjid
258.
Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Nabi Muhammad saw berkhotbah [kepada orang
banyak, 4/253] dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya, Allah menyuruh hamba Nya
untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya,
lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.' Abu Bakar r.a. menangis
[dan berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami.'] Aku berkata dalam
hati, 'Apakah yang menjadikan Tuan ini menangis? Jika Allah menyuruh seorang
hamba untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di
sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah [dan dia berkata,
'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami,'] sedang Rasulullah saw itu
adalah seorang hamba, padahal Abu Bakar itu adalah orang yang terpandai di
antara kami.' Beliau bersabda, 'Wahai Abu Bakar, janganlah kamu menangis.
Sesungguhnya, orang yang paling dermawan atasku dalam berteman dan hartanya
adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil khalil (kekasih dalam arti
khusus) [selain Tuhanku] dari umatku, niscaya aku mengambil Abu Bakar. Akan
tetapi, persaudaraan (dalam satu riwayat: kekhalilan) Islam dan kasih sayangnya
tidak membiarkan pintu (dalam satu riwayat: pintu kecil) di masjid melainkan
ditutup kecuali pintu (dalam riwayat lain: pintu kecil) Abu Bakar.'"
259.
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat
dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain.
Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau
bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan
hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih
dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi,
persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah
saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas,
"Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari
umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi persaudaraan Islam itu lebih utama
atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau
menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah
dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'"
Bab Ke-80: Pintu-Pintu dan Kunci-Kunci Ka'bah serta Masjid
260. Ibnu Juraij berkata, "Ibnu Abi Mulaikah berkata kepadaku, 'Wahai Abdul Malik, aku ingin kamu telah melihat masjid Ibnu Abbas dan pintu-pintunya.'"
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang tercantum pada Kitab ke-56 'al-Jihad', Bab ke-127.")
Bab
Ke-81: Masuknya Orang Musyrik ke Dalam Masjid
(Aku
berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits
Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab
Ke-82: Mengeraskan Suara di Dalam Masjid
261.
Saib bin Yazid berkata, "Aku sedang berdiri di masjid, lalu ada seorang
laki-laki melempariku dengan beberapa batu kecil. Aku melihat ke arahnya,
ternyata orang itu adalah Umar ibnul Khaththab. Ia berkata, 'Pergilah, kemudian
bawalah kedua orang itu ke sini!' Aku membawa kedua orang itu kepadanya. Umar
berkata, 'Siapakah Anda berdua ini?' Atau, ia berkata, 'Dari manakah Anda
berdua ini?' Mereka menjawab, 'Kami penduduk Thaif.' Umar berkata, 'Seandainya
Anda berdua penduduk negeri ini niscaya aku pukul Anda. Pantaskah Anda berdua
mengeraskan suara di masjid Rasulullah saw.?'"
Bab
Ke-83: Pertemuan-Pertemuan Keagamaan Berbentuk Lingkaran dan Duduk di Dalam
Masjid
262. Ibnu Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau [sedang di masjid] di atas mimbar [berkhotbah kepada orang banyak], 'Bagaimanakah shalat malam itu?' Beliau bersabda, 'Dua (rakaat) dua (rakaat). Jika takut kedahuluan subuh, shalat satu rakaat sebagai witir shalat yang sudah dikerjakan.' Dia berkata, 'Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari itu witir karena Nabi Muhammad saw memerintahkan demikian.'" (Dalam satu riwayat: "Apabila engkau takut didahului masuknya waktu subuh, shalatlah satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang sudah engkau kerjakan.")
Bab
Ke-84: Berbaring di Masjid dan Menjulurkan Kaki
263.
Paman Abbad bin Tamim pernah melihat Rasulullah saw. telentang di masjid sambil
meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lain
264. Sa'id ibnul Musayyab berkata "Umar dan Utsman juga pernah melakukan hal yang seperti itu."
Bab
Ke-85: Masjid yang Ada di Jalan dengan Tidak Mengganggu Orang Banyak
Al Hasan, Ayyub, dan Malik mengatakan begitu (yakni masjid di pinggir jalan hendaknya tidak mengganggu orang banyak).[54]
Bab
Ke-86: Shalat di Masjid Pasar
Ibnu Aun shalat di masjid yang ada di rumahnya dan pintunya ditutup sehingga tidak dapat dimasuki oleh orang banyak.[55]
265.
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, "Shalat
jamaah melebihi atas shalat seseorang di rumahnya dan di pasarnya dengan dua
puluh lima derajat. Sesungguhnya, salah seorang di antaramu apabila berwudhu
dengan baik lalu datang ke masjid hanya karena mau shalat, tidaklah ia
melangkahkan satu langkah melainkan Allah menaikkan derajatnya satu derajat dan
menghapuskan satu kesalahan darinya sampai ia masuk masjid. Apabila ia masuk
masjid, ia (dinilai dan diberi pahala seperti) berada dalam shalat selama ia
bertahan karenanya dan malaikat memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya
yang mana ia shalat di dalamnya dan malaikat itu mengucapkan, 'Ya Allah,
ampunilah ia, ya Allah sayangilah ia,' selama ia belum berhadats.'"
Bab Ke-87: Menyilangkan Jari-Jari Tangan (Memasukkan Sela-Sela Jari Tangan Satu ke Dalam Sela-Sela Jari Tangan yang Lain) di Dalam Masjid dan di Luar Masjid
266.
Ibnu Umar atau Ibnu Amr berkata, "Nabi Muhammad saw menjalinkan jari-jari
beliau."[56]
Abdullah
(Ibnu Umar)[57] berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana keadaanmu kalau kamu berada
di antara endapan (ampas) orang-orang seperti ini...?"[58]
267.
Abu Musa r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya,
orang mukmin bagi orang mukmin lain seperti sebuah bangunan di mana sebagiannya
menguatkan sebagian yang lain," dan beliau menjalinkan (menyilangkan)
jari-jarinya.
268.
Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat bersama kami dalam salah
satu dari dua shalat petang hari [zhuhur atau ashar, 2/66]." Ibnu Sirin
berkata, "Abu Hurairah menyebutkan jenis shalat itu, tetapi aku
lupa." Muhammad (bin Sirin) berkata, "[Dugaan berat aku adalah shalat
ashar, 2/66, dan dalam satu riwayat: zhuhur, 7/85]."[59] Abu Hurairah berkata,
"Beliau shalat bersama kami dua rakaat, kemudian beliau salam, lalu beliau
berdiri pada kayu yang melintang di [bagian depan] masjid, kemudian beliau
bersandar padanya seolah-olah beliau marah. Beliau meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri, menjalin antara jari-jari, dan meletakkan pipi kanan di atas
bagian luar dari telapak tangan kiri beliau, dan keluarlah orang-orang yang
bersegera dari pintu masjid. Mereka berkata, '[Apakah] shalat sudah diringkas?'
Adapun di kalangan kaum itu [pada waktu itu] ada Abu Bakar dan Umar, tetapi
mereka takut untuk menyatakannya. Di antara kaum itu ada seorang laki-laki yang
kedua tangannya panjang yang disebut (dalam satu riwayat: Nabi Muhammad saw
biasa memanggilnya) Dzulyadain, dia berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau
lupa ataukah memang shalat sudah diqashar (diringkas)?' Beliau bersabda, 'Aku
tidak lupa dan tidak pula shalat itu diqashar.' [Dzulyadain berkata, 'Bahkan,
engkau lupa, wahai Rasulullah.'] Beliau bertanya (kepada orang banyak), 'Apakah
(benar) sebagaimana yang dikatakan oleh Dzulyadain?' Mereka menjawab, 'Ya.'
[Beliau bersabda, 'Benar Dzulyadain.' Beliau lalu berdiri], kemudian beliau
maju dan shalat akan apa yang tertinggal [dalam satu riwayat: dua rakaat lagi,
8/133], kemudian beliau salam, kemudian beliau bertakbir dan sujud seperti
sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir, kemudian
bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat
kepala dan bertakbir.'" Bisa jadi, mereka bertanya, "Kemudian beliau
salam?"[60] Ibnu Sirin berkata, "Kami
mendapat informasi bahwa Imran bin Hushain berkata, 'Beliau lalu salam.'"
Bab
Ke-88: Masjid-Masjid yang Terdapat di Jalan-Jalan Madinah dan Tempat-Tempat
yang Ditempati Nabi Muhammad saw. Shalat
269.
Musa bin Uqbah berkata, "Aku pernah melihat Salim bin Abdullah
mencari-cari beberapa tempat di jalan tertentu, lalu ia shalat di tempat-tempat
itu dan memberitahukan bahwa ayahnya pernah shalat di tempat-tempat itu dan
ayahnya pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat di tempat itu." Nafi'
memberitahukan kepadaku dari Ibnu Umar bahwasanya ia mengerjakan shalat di
tempat-tempat itu. Aku bertanya pula kepada Salim, maka aku tidak mengetahuinya
melainkan cocok dengan apa yang diterangkan Nafi' mengenai letak tempat tempat
itu seluruhnya, hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai masjid yang
terletak di Syaraf ar-Rauha'."
270.
Nafi' berkata bahwa Abdullah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw.
singgah di bani Dzul Khulaifah ketika beliau umrah dan ketika beliau haji, di
bawah pohon yang berduri di kawasan masjid yang ada di Dzul Khulaifah. Apabila
beliau pulang dari suatu peperangan atau ketika pulang dari haji atau umrah,
beliau turun dari perut suatu lembah (yakni Wadil Atiq) di jalan itu. Apabila
beliau muncul dari suatu lembah, beliau menderumkan (unta) di tempat
mengalirnya air di tebing lembah timur. Beliau tiba di sana di malam hari sampai
masuk waktu subuh, tidak di masjid yang ada batunya dan tidak pula di bukit
yang ada masjidnya. Di sana, ada celah di mana Abdullah shalat; di lembahnya
ada tumpukan pasir, di sana Rasulullah saw shalat, lalu tumpukan pasir itu
hanyut oleh banjir di tempat mengalirnya air, sehingga menimbuni tempat yang
dipakai shalat oleh Abdullah.
271.
Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di masjid kecil yang lebih
kecil daripada masjid di dataran tinggi Rauha'. Abdullah mengetahui tempat yang
dipergunakan shalat oleh Nabi Muhammad saw. Ia berkata, "Di sana, di
sebelah kananmu ketika kamu berdiri shalat di masjid itu. Masjid itu di pinggir
sebelah kanan, manakala kamu pergi ke Mekah. Jaraknya dengan masjid besar
adalah satu lemparan batu atau yang semisal itu."
272.
Abdullah bin Umar shalat di lembah Irquzh-Zhibyah yang ada di ujung Rauha'.
Lembah itu penghabisan ujungnya di pinggir jalan di bawah masjid yang terletak
di antaranya dengan ujung Rauha' di kala kamu pergi ke Mekah dan di sana telah
dibangun masjid. Abdullah tidak shalat di masjid itu. Ia meninggalkannya dari
sebelah kiri dan sebelah belakangnya, dan ia shalat di mukanya sampai ke lembah
itu sendiri. Abdullah pulang dari Rauha' dan ia tidak shalat zhuhur sehingga
tiba di tempat itu, lalu dia shalat zhuhur di sana. Apabila ia datang dari
Mekah, jika ia melewatinya sesaat sebelum subuh atau di akhir waktu sahur, ia
singgah sehingga ia shalat subuh di sana.
273.
Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. singgah di bawah pohon besar dekat
Ruwaitsah di sebelah kanan jalan, yakni jalan tembus di tempat yang rendah dan
datar sehingga ia keluar dari bukit kecil di bawah dua mil dari Ruwaitsah.
Bagian atasnya telah runtuh dan gugur ke jurangnya dan bagian itu ada di
belakang, dan di belakang itu pula terdapat banyak puing.
274.
Nafi' berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di ujung saluran air di belakang
Araj.[61] Ketika Anda pergi ke dataran
tinggi, di sebelah masjid itu terdapat dua atau tiga kuburan. Di atas kuburan
itu ada batu nisan, di sebelah kanan jalan, di sebelah bebatuan jalan, di
antara bebatuan itu Abdullah pulang dari Araj setelah matahari tergelincir di
siang hari, lalu ia shalat zhuhur di masjid itu.
275.
Abdullah bin Umar bercerita kepadanya (Nafi') bahwa Rasulullah saw singgah di
pohon-pohon di kiri jalan di tempat saluran dekat Harsya.[62] Saluran itu lekat dengan
(terletak di) ujung Harsya, antara dia dengan jalan dekat dari sasaran panah
(jaraknya sekitar dua per tiga mil). Abdullah shalat di bawah pohon yang
terdekat dari jalan dan itulah pohon yang paling tinggi.
276.
Dulu, Nabi Muhammad saw singgah di saluran yang terdekat dengan Zhahran[63] ke arah Madinah ketika beliau
singgah di Shafrawat.[64] Beliau singgah di saluran itu di
sebelah kiri jalan di kala kamu pergi ke Mekah. Antara tempat tinggal
Rasulullah saw dan jalan itu hanya satu lemparan batu.
277.
Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwasanya Nabi Muhammad saw singgah
di Dzi Thuwa[65] dan bermalam sampai pagi. Beliau
lalu shalat subuh ketika tiba di Mekah. Mushalla Rasulullah saw di bukit yang
besar. Di sana, tidak ada masjid yang dibangun, tetapi mushalla nya di bawah
bukit yang besar.
278.
Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwa Nabi Muhammad saw. menghadap dua
tempat masuk gunung yang terletak di antara gunung itu dan gunung tinggi yang
menuju Ka'bah. Beliau memposisikan masjid yang dibangun di sana berada di
sebelah kiri masjid yang berada di ujung bukit Mushalla (tempat shalat) Nabi
Muhammad saw lebih bawah darinya di atas bukit hitam, yang jaraknya dari bukit
itu sekitar sepuluh hasta. Beliau lalu shalat dengan menghadap dua tempat
rnasuk yang ada antara kamu dan Ka'bah.[66]
Bab-Bab Sutrah Orang yang Shalat
Bab
Ke-89: Sutrah (Sasaran/Pembatas) Imam adalah Juga Sutrah Orang yang di
Belakangnya
279.
Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ketika keluar pada hari raya (dalam
satu riwayat: pada hari Idul Fitri dan Idul Adha [2/7] ke mushalla/ lapangan
tempat shalat Id 2/8), beliau memerintahkan kepada kami untuk meletakkan tombak
di hadapan beliau. (Dalam satu riwayat: beliau biasa pergi ke mushalla dan
dibawakan tombak. Lalu, ditancapkan di hadapan beliau. Dalam riwayat lain:
ditegakkan di hadapan beliau 1/127). Lalu, beliau shalat dengan menghadap
kepadanya, sedang orang-orang di belakang beliau. Beliau berbuat demikian itu
dalam perjalanan. Karena itulah, para amir mengambilnya (melakukannya).
Bab
Ke-90: Berapakah Seyogianya Jarak Antara Orang yang Shalat dan Sutrahnya
280.
Sahl r.a. berkata, "Antara tempat shalat Rasulullah[67] dan dinding (dan dalam satu
riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[68] adalah kira-kira jalan tempat
lewatnya kambing."
281.
Salamah r.a. berkata, "Dinding masjid di sisi mimbar itu hampir-hampir
seekor biri-biri saja tidak dapat melaluinya."[69]
Bab
Ke-91: Shalat Menghadapi Tombak Pendek sebagai Sutrah
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 279 tadi.")
Bab
Ke-92: Shalat Menghadapi Tongkat
Bab
Ke-93: Sutrah di Mekah dan Lain-Lainnya
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di muka.")
Bab
Ke-94: Shalat dengan Menghadapi Pilar-Pilar
Umar
berkata, "Orang-orang yang shalat lebih berhak untuk shalat di belakang
pilar-pilar masjid daripada orang-orang yang berbicara."[70]
Umar
juga pernah melihat seseorang shalat di antara dua pilar. Lalu, dia
memindahkannya ke dekat sebuah pilar dan menyuruhnya supaya shalat di
belakangnya.[71]
282.
Yazid bin Ubaid berkata, "Saya bersama-sama dengan Salamah bin Akwa' dan
dia shalat pada tiang yang ada di sebelah mushaf. Lalu saya berkata kepadanya,
'Wahai Abu Muslim, saya melihatmu selalu shalat pada tiang ini.' Ia menjawab,
'Sesungguhnya saya melihat Rasulullah selalu shalat padanya.'"
Bab
Ke-95: Mendirikan Shalat yang Bukan Jamaah di Antara Pilar-Pilar
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang akan disebutkan pada '56 - Al-Jihad / 127 - BAB'").
Bab
Ke-96:
283.
Nafi' mengatakan bahwa Abdullah apabila memasuki Ka'bah, dia terus berjalan ke
muka dan meninggalkan pintu Ka'bah di belakangnya. Dia berjalan terus sehingga
dinding yang ada di hadapannya hanya berada lebih kurang tiga hasta darinya.
Dia shalat di mana Nabi saw pernah shalat, sebagaimana diceritakan Bilal
kepadanya. Ibnu Umar berkata, "Tidak ada persoalan bagi seseorang di
antara kita untuk shalat di sembarang tempat di Ka'bah."
Bab
Ke-97: Shalat Menghadap Kendaraan, Unta, Pohon, dan Pelana
284.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi saw bahwa beliau menjadikan kendaraan
beliau sebagai sasaran (sutrah) shalat. Lalu, beliau shalat menghadap
kepadanya. Saya bertanya, "Apakah kamu melihat apabila kendaraan itu
bergerak?" Ia menjawab, "Beliau mengambil kendaraan kecil,
ditegakkannya. Lalu, beliau shalat di bagian belakangnya." Umar
melakukannya seperti itu.
Bab
Ke-98: Shalat Menghadapi Ranjang
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Aisyah yang akan disebutkan pada nomor 288.")
Bab
Ke-99: Orang yang Shalat Menolak Orang yang Lewat di Depannya
Ibnu
Umar menolak orang yang lewat di depannya ketika sedang bertasyahud dan sewaktu
di dalam Ka'bah. Dia pernah berkata, "Jika ia tidak mau kecuali engkau
perangi, maka perangilah ia!"
285.
Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia shalat di hari Jumat pada sesuatu yang
menutupinya dari manusia. Seorang pemuda dari bani Abu Muaith akan lewat di
depannya. Abu Said menolak dadanya. Maka, pemuda itu melihat. Namun, ia tidak
mendapat jalan selain di depannya. Lalu, ia kembali untuk melewatinya. Namun,
Abu Said menolak lebih keras daripada yang pertama. Maka, ia mendapat (sesuatu
yang tidak menyenangkan-penj.) dari Abu Sa'id. Kemudian ia datang kepada
Marwan, mengadukan apa yang ia jumpai dari Abu Sa'id. Abu Sa'id datang pula
kepada Marwan di belakangnya, lalu Marwan bertanya, "Ada apakah kamu dan
anak saudaramu, hai Abu Said?" Abu Sa'id menjawab, "Saya mendengar
Nabi bersabda, 'Apabila salah seorang di antaramu sedang shalat dengan ada
sesuatu yang menutupinya dari orang banyak, lalu ada seseorang yang akan lewat
di depannya, maka tolaklah ia.' (Dan dalam satu riwayat: 'Apabila ada sesuatu
yang hendak lewat di depan seseorang di antara kamu ketika ia sedang shalat,
maka hendaklah ia mencegahnya. Jika tidak mau, maka hendaklah ia mecegahnya
lagi.' 4192). Jika ia enggan, maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah
setan.'"
Bab
Ke-100: Dosa Orang yang Berjalan di Depan Orang Shalat
286.
Busr bin Abi Sa'id mengatakan bahwa Zaid bin Khalid menyuruhnya menemui Abu
Juhaim. Ia perlu menanyakan kepadanya, apa yang pernah ia dengar dari
Rasulullah mengenai orang yang berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan
shalat. Kemudian Abu Juhaim berkata, "Rasulullah bersabda, 'Seandainya orang
yang lewat di muka orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa yang dibebankan
kepadanya, niscaya ia berdiri empat puluh lebih baik daripada ia lewat di
depannya."' Abu Nadhar (perawi) berkata, "Saya tidak mengetahui,
apakah beliau bersabda empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat
puluh tahun."
Bab
Ke-101: Seseorang Menghadap Seseorang yang Shalat
Utsman
benci bila seseorang menghadap seseorang yang sedang shalat, kalau hal itu akan
memecah perhatiannya. Apabila tidak menimbulkan efek tersebut, maka Zaid bin
Tsabit berkata, "Aku tidak peduli, karena orang laki-laki tidaklah
membatalkan shalat laki-laki lain."[72]
287.
Dari Masruq dari Aisyah bahwa hal-hal yang membatalkan shalat disebutkan di
sisinya. Mereka mengatakan, "Shalat menjadi batal jika seekor anjing,
keledai, atau seorang wanita (lewat di depan orang yang shalat itu)."
Aisyah berkata, "Anda sekalian telah menjadikan kami (kaum wanita) sama
dengan anjing. (dalam satu riwayat: Anda samakan kami [dalam satu jalan:
sungguh jelek Anda samakan kami] dengan himar dan anjing. Demi Allah),
sesungguhnya saya melihat Nabi saw. shalat sedang saya berada di antara beliau
dan kiblat. (Dalam satu riwayat: sedang kedua kakiku di arah kiblat beliau),
dan saya berbaring (dalam satu riwayat: tidur) di tempat tidur. (Dalam satu
riwayat: Lalu Nabi datang. Kemudian berada di tengah-tengah tempat tidur, lalu
shalat 1/29). Maka, saya membutuhkan sesuatu. Tetapi, saya tidak suka menghadap
beliau karena dapat mengganggu beliau (dan dalam satu riwayat: mengacaukan
pikiran beliau). Maka, saya menyelinap turun dari arah kaki ranjang, sehingga
saya menyelinap dari selimut saya.'"
Bab
Ke-102: Shalat di Belakang Orang yang Tidur
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari dengan isnadnya hadits Aisyah dalam
bab berikut ini.")
Bab
Ke-103: Shalat Tathawwu' (Sunnah) di Belakang Seorang Wanita
288.
Aisyah istri Nabi saw. berkata, "Saya tidur di depan Rasulullah dengan
kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, beliau
mendorongku. Lalu, aku menarik kedua kakiku. Apabia beliau berdiri, aku
memanjangkan kembali kedua kakiku." Aisyah menambahkan, "Pada waktu
itu tidak ada lampu di rumah."
Bab
Ke-104: Orang yang Mengatakan, "Tidak Ada Sesuatu yang Dianggap Dapat
Membatalkan Shalat."
289.
Anak lelaki saudara Ibnu Syihab bertanya kepada pamannya tentang shalat,
"Apakah dapat dibatalkan oleh sesuatu?" Dia menjawab, "Tidak
dapat dibatalkan oleh sesuatu pun." Urwah bin Zubeir telah memberitahukan
kepadaku bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata, "Rasulullah bangun pada
malam hari lalu mengerjakan shalat dan aku benar-benar dalam keadaan (tidur)
melintang antara beliau dan arah kiblat pada kamar tidur keluarganya. Maka,
ketika hendak witir, beliau membangunkan aku, lalu aku shalat witir
(1/130)."
Bab
Ke- 105: Jika Seseorang Membawa Seorang Anak Wanita Kecil Di Atas Lehernya
Ketika Shalat
290.
Abu Qatadah al-Anshari r.a. mengatakan bahwa Rasulullah sering shalat dengan
membawa Umamah anak wanita Zainab putri Rasulullah yang menjadi istri Abul 'Ash
bin Rabi'ah bin Abdi Syams (di pundak beliau 7/74). Apabila beliau sujud,
beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau membawanya
(menggendongnya)." (Dalam satu riwayat: "Apabila beliau ruku, maka
beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau bawa berdiri.")
Bab
Ke-106: Shalat dengan Menghadap Tempat Tidur yang Ditempati Seorang Wanita Haid
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits
Maimunah yang telah disebutkan pada nomor 212.")
Bab
Ke-107: Apakah Diperbolehkan Suami Menyentuh Istrinya di Waktu Sujud, Supaya
Bisa Sujud dengan Sebaik-baiknya?
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits
Aisyah yang tercantum pada nomor 288.")
Bab
Ke-108: Wanita Dapat Memindahkan Hal-Hal yang Mengganggu / Membahayakan dari
Orang yang Sedang Shalat
(Saya
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Mas'ud yang disebutkan pada nomor 144 di muka.")
Catatan
Kaki:
[1] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas yang panjang
dan akan disebutkan secara maushul dengan lengkap pada Kitab ke-56
"al-Jihad", Bab ke-102.
[2] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam
"at-Tarikh" dan Abu Dawud dalam Sunan-nya dan lain-lainnya, dan
disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan itulah yang lebih akurat. Hal
ini dijelaskan di dalam Fathul Bari dan Shahih Abi Dawud (643).
[3] Menunjuk kepada hadits Muawiyah bahwa dia bertanya
kepada saudara perempuannya, Ummu Habibah, "Apakah Rasulullah saw. pernah
melakukan shalat dengan mengenakan pakaian yang dipergunakannya ketika
melakukan hubungan seksual?" Ummu habibah menjawab, "Pernah, apabila
beliau tidak melihat adanya kotoran padanya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Hadits ini aku takhrij di
dalam Shahih Abi Dawud (390).
[4] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan secara
maushul pada Kitab ke-65 "at-Tafsir", Bab ke-9 "Bara'ah",
Bab ke-2 dari hadits Abu Hurairah.
[6] Yakni hadits yang diriwayatkannya mengenai
menyelimutkan pakaian (dalam shalat), dan yang dimaksudkan boleh jadi haditsnya
dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dan lain-lainnya, atau dari Sa'id dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan lain-lainnya. Tampaknya perkataan "Menyilangkan...." itu
adalah perkataan penyusun (Imam Bukhari) sendiri.
[7] Di-maushul-kan penyusun sendiri dalam bab ini tanpa
perkataan "Dan menyilangkan ...", dan hadits ini diriwayatkan oleh
Muslim (2/158) dan Ahmad (6/342) dari Ummu Hani'.
[8] Di-maushul-kan oleh Nu'aim bin Hammad di dalam
manuskrip (tulisan tangan) nya yang terkenal dari jalan Hisyam dari al-Hasan
dengan lafal yang hampir sama dengannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dari jalan lain darinya, dan sanadnya sahih.
[9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih
darinya. Al-Hafizh berkata, "Perkataannya 'dengan kencing' itu, apabila
alif-lam ('al-' pada lafal 'a-baul') berfungsi lil-jinsi (menunjukkan jenis
kencing secara umum), dapat diartikan bahwa dia telah mencucinya sebelum
mengenakannya, dan jika 'al-' itu berfungsi 'lil-'ahdi' (mengikat), yang dimaksud
ialah kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya karena az-Zuhri berpendapat
bahwa kencing binatang ini suci (tidak najis)."
[11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh Tirmidzi dan
lainnya. Hadits Jarhad di-maushul-kan oleh Malik dan Tirmidzi serta
dihasankannya dan disahkan oleh Ibnu Hibban. Adapun hadits Muhammad bin Jahsy
di-maushul-kan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Pada semua isnad-nya terdapat
pembicaraan, tetapi sebagiannya menguatkan sebagian yang lain, dan aku telah
men-takhrij-nya di dalam "al-Misykat" (3112-3114) dan
"al-Irwa'" (269).
[12] Di-maushul-kan oleh penyusun di sini dan akan
disebutkan pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26.
[13] Ini adalah bagian dari suatu kisah yang
di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-62 "al-Fadhaail", Bab ke-6.
[14] Ini adalah bagian dari suatu hadits yang
di-maushul-kan oleh penyusun dalam beberapa tempat, di antaranya Kitab ke-56
"al-Jihad" dan disebutkan di sana pada Bab ke-12.
[16] Di dalam riwayat Abu Ya'la, redaksinya tertulis,
"Dan, sebagian kami tidak mengetahui keberadaan sebagian yang lain."
Silakan periksa bukuku Hijabul mar'atil Muslimah, hlm. 30, cetakan ketiga,
terbitan al-Maktab al-Islami.
[18] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan
lain-lainnya. Hadits ini aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (848) dan Irwa'ul
Ghalil (375).
[20] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Sa'id bin
Manshur dari dua jalan dari Abu Hurairah, yang keduanya saling menguatkan.
[22] Pada hadits nomor 923 kitab ini disebutkan bahwa
sebulan itu adakalanya tiga puluh hari dan adakalanya dua puluh sembilan hari.
(Penj.)
[24] Di-maushul-kan oleh Ibnu Qutaibah di dalam naskah
tangannya dengan riwayat Nasa'i dan Ibnu Abi Syaibah.
[26] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab sesudahnya
dengan teks yang semakna dengannya dan diriwayatkan oleh Muslim dengan redaksi
mu'allaq ini.
[27] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah
dengan sanad sahih darinya dengan lafal, "Sesungguhnya, sahabat-sahabat
Rasulullah saw. sujud sedang tangan mereka berada di dalam pakaian mereka,
sedangkan seseorang dari mereka sujud di atas kopiah dan sorbannya."
[28] Ini adalah sebagian dari hadits Abu Humaid yang akan
disebutkan secara lengkap dan maushul pada Kitab ke-10 "al-Adzan",
Bab ke-144.
[29] Diriwayatkan secara maushul dari hadits Abu Ayyub (nomor
97), tanpa perkataan "buang air besar atau kencing" dan
di-maushul-kan oleh Muslim (1/154) dengan tambahan ini.
[30] Ini adalah sebagian dari hadits tentang orang yang
rusak shalatnya dari hadits Abu Hurairah dan penyusun me-maushul-kannya pada
Kitab ke-79 "al-Isti'dzan", Bab ke-18.
[31] Imam Bukhari me-maushul-kannya pada Kitab ke-22
"as-Sahwu", Bab ke-88, tetapi tanpa perkataan "menghadapkan
wajahnya ke arah orang banyak" karena perkataan ini terdapat dalam riwayat
Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari jalan Abu Sufyan, mantan budak Ibnu Abu
Ahmad, dari Abu Hurairah. Akan tetapi, di situ disebutkan bahwa shalat tersebut
adalah shalat ashar, dan isnad-nya sahih. Itu adalah riwayat penyusun (Imam
Bukhari) dari riwayat Ibnu Sirin dari Abu Hurairah. Akan tetapi, aku terpaksa
menjelaskan macam shalatnya ini sebagaimana akan Anda lihat nanti di sana,
sehingga memungkinkan berpegang pada riwayat Abu Sufyan ini di dalam menguatkan
riwayat Ibnu Sirin yang sesuai dengan ini. Wallahu a'lam.
[33] Kemungkinan, ini adalah lafal hadits Abu Said
al-Khudri karena pada lafal Abu Hurairah terdapat sedikit perubahan redaksi
kalimat dan akan disebutkan sebentar lagi. Karena itu, aku tidak memberinya
nomor urut di sini.
[37] Ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang akan
disebutkan secara maushul pada Kitab ke-96 "al-I'tisham", Bab ke-4.
[41] Boleh jadi, ini adalah lafal hadits Ibnu Abbas karena
lafal hadits Aisyah sedikit berbeda dengan ini dan akan disebutkan pada Kitab
ke-23 "al-Janaiz", Bab ke-62. Karena itu, aku tidak memberinya nomor
tersendiri di sini.
[43] Riwayat mu'allaq ini di-maushul-kan oleh penyusun
(Imam Bukhari) pada Kitab ke-4 "al-Wudhu" yang telah disebutkan di
muka pada nomor 139.
[44] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan
oleh penyusun pada Kitab ke-61 "al-Manaqib" Bab ke25 "Alamaun
Nubuwwah fil-Islam".
[45] Ini adalah bagian dari hadits Ka'ab bin Malik yang
panjang dalam kisah ketertinggalannya (keengganannya) ikut perang dan tobatnya,
dan akan disebutkan secara maushul pada bagian-bagian akhir Kitab ke-64
"al-Maghazi", Bab ke-81.
[46] Ini adalah bagian dari haditsnya yang panjang tentang
Lailatu1-Qadar dan akan disebutkan secara maushul pada Bab ke-134.
[49] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan
sanad yang kuat dan telah aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (474).
[50] Al-Hafizh berkata, "Yang benar, dia adalah
seorang perempuan, yaitu Ummu Mihjan." Kisah lain yang mirip dengan ini
terjadi pada seorang laki-laki yang bernama Thalhah ibnul-Barra, diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas. Silakan periksa pada Kitab ke-23 'al-Janaiz' , Bab ke-5.
[54] Al-Hafizh menisbatkan atsar ini di dalam kitab
al-Libas kepada al-Ismaili dengan catatan sebagai tambahan terhadap riwayatnya
pada akhir hadits yang sebelumnya, seakan-akan kehadirannya memang tidak di
sini di sisi penyusun (Imam Bukhari).
[56] Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq yang akan
disebutkan sesudahnya pada sebagian jalannya dan ia mempunyai saksi (penguat)
dan hadits Abu Hurairah yang aku takkrij di dalam al-Ahaditsush Shahihah (206).
[57] Hadits ini mu'allaq dan di-maushul-kan oleh Ibrahim
al-Harbi di dalam Gharibul Hadits dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan lainnya
dengan sanad yang kuat, dan telah aku takhrij dalam kitab di atas
(al-Ahaditsush Shahihah).
[58] Tampaknya yang dimaksud dengan perkataan
"seperti ini" adalah menjalin jari-jari. Kelengkapan hadits
sebagaimana yang diriwayatkan oleh orang yang kami sebutkan di atas adalah,
"Mereka mudah mengobral janji dan amanat serta bersilang sengketa, maka
jadinya mereka seperti ini," dan beliau menjalin jari-jari beliau....
[59] Riwayat tentang shalat ashar ini didukung oleh
riwayat Malik dari jalan Abu Sufyan dari Abu Hurairah dan sudah disebutkan pada
hadits mu'allaq pada nomor 86.
[60] Maksudnya boleh jadi, mereka bertanya kepada Ibnu
Sirin yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah, "Apakah dalam hadits
itu diceritakan: Kemudian beliau salam?" Ibnu Sirin lalu menjawab,
"Kami mendapat informasi...." Silakan periksa al-Fath.
[63] Suatu lembah yang oleh masyarakat umum disebut dengan
Bathn Muruw, yang jaraknya dengan Mekah sejauh 16 mil.
[65] Suatu tempat di sebelah pintu Ka'bah yang disukai orang
yang hendak masuk Mekah agar mandi di situ. Masalah mandi ini akan disebutkan
dalam hadits Ibnu Umar pada Kitab ke-25 "al-Hajj", Bab ke-38.
[66] Al-Hafizh berkata, "Masjid-masjid ini sekarang
sudah tidak diketahui lagi selain Masjid Dzil Hulaifah. Masjid-masjid yang ada
di Rauha' dikenal oleh penduduk sekitar." Aku (al-Albani) berkata,
"Menapaktilasi shalat di sana yang dilarang Umar itu bertentangan dengan
perbuatan putranya (Ibnu Umar) dan sudah tentu Ibnu Umar lebih tahu karena
terdapat riwayat yang menceritakan bahwa dia melihat orang-orang di dalam suatu
bepergian lantas mereka bersegera menuju ke suatu tempat, lalu dia bertanya
tentang hal itu. Mereka menjawab, 'Nabi Muhammad saw. pernah shalat di situ.'
Dia berkata, 'Barangsiapa yang ingin shalat, silakan; dan barangsiapa yang
tidak berminat, silakan jalan terus. Sesungguhnya, Ahli Kitab telah rusak karena
mereka mengikuti tapak tilas nabi-nabi mereka, lantas menjadikannya
gereja-gereja dan biara-biara.'" Aku katakan bahwa ini menunjukkan ilmu
dan pengetahuannya radhiyallahu anhu dan Anda dapat menjumpai takkrij atsar ini
beserta penjelasan tentang hukum menapaktilasi para nabi dan shalihin di dalam
fatwa-fatwaku pada akhir kitab Jaziiratu Failika wa Khuraftu Atsaril Khidhri
fiihaa" karya Ustadz Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain, terbitan ad-Darus
Salafiyyah, Kuwait, halaman 43-57. Silakan periksa karena masalah ini sangat
penting.
[67] Yakni tempat sujud beliau, dan perkataan al-Asqalani,
"Yakni tempat beliau dalam shalat", adalah jauh dari kebenaran.
Karena, tidak mungkin beliau biasa bersujud dalam jarak seperti ini. Kecuali,
kalau dikatakan bahwa beliau mundur ketika sujud. Sebagian golongan Malikiah
berpendapat seperti ini. Tetapi, pendapat ini ditentang oleh Abul Hasan
as-Sindi rahimahullah. Di antara yang mendukung pendapat ini ialah kalau
Rasulullah berdiri dalam jarak yang demikian dekat dengan dinding itu, sudah
tentu jarak shaf yang ada di belakang beliau sekitar tiga bahu. Ini
bertentangan dengan Sunnah dalam merapatkan barisan, dan bertentangan dengan
sabda beliau, 'Berdekat-dekatanlah kamu di antara shaf-shaf." Hadits ini
adalah sahih dan kami takhrij dalam Shahih Abi Dawud (673). Pendapat itu juga
bertentangan dengan hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 283 akan datang.
[68] Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya
lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat
kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits
Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz
'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)."
[69] Al-Mihlab berkata, "Di antara dinding dengan
mimbar masjid terdapat kesunnahan yang perlu diikuti mengenai tempat mimbar,
agar dapat dimasuki dari tempat itu."
[70] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Humaidi
dari jalan Hamdan dari Umar. Demikian penjelasan dalam Asy-Syarh.
[71] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah juga dari jalan
Muawiyah bin Qurrah bin Iyas al-Muzani, dari ayahnya, seorang sahabat, katanya,
"Umar pernah melihat aku ketika aku sedang shalat..." Lalu ia
menyebutkan seperti riwayat di atas.
[72] Al-Hafizh tidak melihatnya dari Utsman, melainkan
dari Umar. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (2396), dan Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya
dari jalan Hilal bin Yasaf dari Umar yang melarang hal itu. Perawi-perawinya
tepercaya, tetapi isnadnya munqathi' 'terputus', Hilal tidak mendapati
zaman Umar. Saya (Al-Albani) berkata, "Adapun hadits yang sering diucapkan
oleh sebagian imam masjid di Damsyiq dengan lafal, "Maa aflaha wajhun
shallaa ilaihi", maka saya tidak mengetahui asal-usulnya."
___/|\___
¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨
Walloohu A’lam.