Senin, 19 Agustus 2019

Faidah Berzdikir Dengan Dua Kalimah Syahadat

.

Faidah Berzdikir Dengan Dua Kalimah Syahadat:

Setiap zdikir mengandung banyak faedah.

Kalimat syahadah:

Laa ilaaha illallooh Muhammadurrosulullooh

Tidak hanya sebagai bukti seseorang masuk Islaam,kalimat ini merupakan lafal zdikir yang bisa kita amalkan setiap hari.

Zdikir merupakan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allooh SWT.

Ada faedah di balik amalan zdikir rutin mengucapkan lafal syahadah.

Di kutip dari laman NU Online, Imam Abdullah Muhammad bin Yusuf As Sanusi Al Asy'ari dalam kitab Syarah Ummul Barahin, mengatakan ada banyak ke utama'an jika kita istiqomah membaca lafal syahadat sa'at berzdikir.

Ke utama'an tersebut seperti tumbuhnya sifat zuhud.Hati menjadi kosong dari segala hal yang bersifat duniawi.

Lalu, sifat tawakal lahir,Hati menjadi mantap beriman kepada Allooh yang Maha Pemelihara dan Maha Haq

Bertawakal kepada Allooh membuat jiwa menjadi tenang.

Kemudian, sifat malu semakin menguat sehingga senantiasa mengagungkan Allooh SWT.

Dia akan selalu mengingat-Nya, mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Selanjutnya, hati menjadi kaya dan menyelamatkan diri dari segala fitnah,lalu muncul sifat fakir yang memutuskan diri manusia dari segala kesenangan duniawi.

Zdikir ini juga dapat memberikan keberkahan bagi yang rutin melafalkannya,membuat kita mudah mendapatkan segala yang di butuhkan.

Selain itu, zdikir syahadat juga membukakan hakikat atas apa yang sedang kita butuhkan,juga dapat mengarahkan kita untuk lebih mudah mengenali mana yang haram dan yang halal.
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduknya sebagian besar muslim,bahkan negara kita ini termasuk negara muslim terbesar di dunia.
Apabila seluruh penduduk muslim di Timur Tengah di kumpulkan menjadi satu, jumlahnya masih lebih banyak Indonesia.
Namun dengan jumlah muslim yang besar ini, kebanyakan dari mereka belum memahami benar agama yang di anutnya sendiri.
Kebanyakan masih kurang memahami apa itu Islaam, bahkan tidak memahami dua kalimat syahadat, kalimat yang sangat penting dalam agama ini

Sedikit banyak telah ada beberapa salah persepsi mengenai dua kalimat syahadat,padahal bila kita salah dalam memahami dua kalimat syahadat ini, bisa di pastikan dalam melaksanakan ibadah selanjutnya akan ada kesalahan di sana sini.
Apalagi mengucapkan dua kalimat syahadat adalah bagian dari rukun Islaam yang pertama,untuk itu marilah kita kaji kembali, mengapa dua kalimat syahadat ini begitu penting.
Syahadatain (dua kalimat syahadat) menjadi penting karena merupakan asas dan dasar bagi rukun Islaam lainnya, dan menjadi tiang untuk rukun Iiman dan dien.
Syahadatain merupakan Ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islaam,oleh karena itu syahadah menjadi sangat penting.
Lebih detailnya lagi,ada beberapa hal yang menyebabkannya menjadi penting, yaitu karena:
1. Syahadah adalah pintu masuk ke dalam Islaam
2. Syahadah adalah intisari ajaran Islaam
3. Syahadah adalah dasar-dasar perubahan menyeluruh
4. Syahadah adalah hakikat da'wah para Rosul
5. Syahadah adalah ke utama'an yang besar .

1.   Pintu masuk ke dalam Islaam Sahnya Iiman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain,tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang di kerjakan bagaikan abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada.
Dalam Al Qur'an Allooh menyebutkannya bagaikan debu yang berterbangan, walaupun amal yang di lakukan adalah amal yang baik sekalipun, namun tidak di dasari oleh syahadat.
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."
 (QS. Al Furqon[25]: 23)
Allooh menjadikan amal mereka bagaikan debu yang berterbangan karena mereka tidak beriman,dengan demikian jelaslah bahwa syahadatain ini menjadi pembeda manusia, mana yang muslim dan mana yang kafir.
2. Intisari ajaran Islaam Syahadah juga merupakan intisari dari ajaran Islaam.
Artinya, pemahaman seorang muslim terhadap agamanya (Islaam), tergantung kepada pemahaman dia tentang syahadatain itu sendiri.
Paling tidak ada tiga prinsip dalam kalimat syahadatain ini:
1. Pernyata'an Laa ilaaha ilallooh merupakan penerima'an penghamba'an atau ibadah kepada Allooh SWT saja.

Melaksanakan minhajillah (sistem/aturan Allooh SWT) merupakan ibadah kepada-Nya.
2. Menyebut "Muhammad Rosulullooh" merupakan dasar bahwa penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad SAW.

Jadi, Rasulullooh merupakan teladan dan ikutan dalam mengikuti minhajillah.
3. Penghamba’an kepada Allooh SWT meliputi segala aspek kehidupan, ia mengatur hubungan manusia dengan Allooh SWT, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.

2.   Dasar-dasar Perubahan Total Syahadatain merupakan dasar yang dapat merubah seorang manusia dalam aspek keyakinannya, pemikirannya, maupun jalan hidupnya.

Perubahan di sini meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.

Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima kalimat syahadatain ini.

Sehingga mereka yang tadinya bodoh (jahiliyah) menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang sesat mendapat hidayah, dsb.

Artinya, syahadatain selain dapat merubah individu, juga mampu merubah sebuah masyarakat, misalnya yang tadinya saling bermusuhan dapat berubah menjadi masyarakat yang bersaudara di jalan Allooh.

Contohnya adalah masyarakat Mekkah ketika zaman Rosulullooh.

Ketika sebelum di utusnya Rosulullooh SAW, masyarakat Mekkah ketika itu adalah masyarakat yang jahil, banyak melakukan maksiat, suka mengqubur hidup-hidup anak perempuan mereka, menyembah berhala, dsb.

Namun ketika Rosulullooh di utus membawa risalah dengan syahadatainnya, maka masyarakat Mekkah dapat berubah menjadi masyarakat yang penuh hidayah, menjauhi maksiat, tidak menyembah berhala, dll.

3.   Hakikat Da'wah Para Rosul Syahadah juga merupakan hakikat da'wah para Rosul.

Setiap Rosul semenjak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, membawa misi da'wah yang sama, yaitu:

“Laa ilaaha ilallooh (syahadah).

Da'wah mereka senantiasa membawa dan mengarahkan umatnya kepada pengabdian kepada Allooh SWT saja.

4.   Ke utama’an yang Besar Yang terakhir yang menyebabkan syahadah itu penting adalah karena syahadah itu sendiri merupakan ke utama’an yang besar.

Banyak ganjaran dan pahala yang di berikan oleh Allooh SWT dan di janjikan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dan syahadah ini sendiri dapat menghindarkan kita dari neraka.

Dalam Hadits di katakana:

"Allooh SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang menyebut kalimat syahadah."

Atau dalam hadits lain, Rosulullooh SAW bersabda:

"Dua perkara yang pasti, kata Rosulullooh SAW.

Maka seorang sahabat bertanya:

"Apakah perkara itu ya Rosulullooh?"

Rosulullooh SAW menjawab:

"Barang siapa yang mati dalam ke ada’an tidak menyekutukan Allooh dengan sesuatu, ia tetap masuk surga."

(HR. Ahmad).

Demikianlah ke lima hal yang menyebabkan syahadatain ini menjadi sangat penting.

Semoga setelah memahami hal ini, kita semakin termotivasi untuk lebih jauh memahami apa itu Syahadatain, apa itu Islaam yang pada akhirnya, memudahkan kita dalam beribadah kepada Allooh SWT.

Aamiin.

Syahadat yang Di Terima Allooh SWT Hudzaifah - Sebagai seorang muslim, tentu harus senantiasa mempertahankan diri agar keimanan kita tetap terjaga dengan kata lain, kita harus berusaha untuk menjaga kalimat syahadatain yang kita ucapkan dari kondisi kendor (futur) atau melemah.

Lebih jauh lagi, kalimat:

“Laa ilaaha illallooh tidak mungkin kita aplikasikan kecuali dengan dua hal, yaitu terpenuhinya syarat-syarat syahadatain, dan tidak adanya hal-hal yang membatalkan syahadatain.

Untuk itu, kita perlu mengetahui apa saja syarat-syaratnya agar kalimat syahadatain kita dapat di terima Allooh SWT, dan hal-hal apa saja yang dapat membatalkannya.

Artikel ini mencoba mengupas yang pertama, yaitu syarat-syarat di terimanya syahadat.

Untuk bagian yang ke dua, insya Allooh akan di kupas pada artikel lain.

Syarat Syahadatain:

"Syarat" adalah sesuatu yang tanpa keberada’annya, maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna atau tidak dapat terealisasi.

Jadi, jika kita mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa di katakan syahadat itu tidak sah.

Syarat syahadatain itu sendiri ada tujuh, yaitu:

1. Pengetahuan (lawan dari kebodohan)

2. Ke yakinan (lawan dari ke ragu-raguan)

3. Ke ikhlashan (lawan dari ke musyrikan)

4. Kejujuran (lawan dari kebohongan)

5. Kecinta’an (lawan dari kebencian)

6. Penerima’an (lawan dari penolakan)

7. Ketundukan (lawan dari pengingkaran)

1. Pengetahuan Manusia yang menyatakan sesuatu, tentu harus mengetahui dan memahami dahulu apa yang dia ucapkan, begitu juga dengan syahadatain.

Seseorang yang bersyahadat, harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya.

Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya.

Orang-orang yang bodoh (jahil) tentang makna syahadatain, tidak mungkin dapat mengamalkannya.

Contohnya yaitu dalam kalimat:

“Laa ilaaha illallooh.

Kita harus pahami bahwa kalimat ini mencakup dua dimensi, yaitu penafikan (Laa ilaaha = tiada ilah) dan penetapan (illallah = selain Allooh).

Artinya, kita harus mengetahui bahwa dimensi penafikan di sini berarti penolakan terhadap semua sembahan selain Allooh.

Dan dimensi penetapan dalam kalimat ini adalah penetapan bahwa haq Uluhiyah (ketuhanan / yang di sembah) hanya bagi Allooh semata.

Allooh SWT berfirman:

"Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allooh."

(QS. Muhammad: 19)

Allooh SWT juga menfirmankan hal serupa dalam ayat lain, antara lain di Al Qur'an surat Ali Imron ayat :18.

Lawan dari pengetahuan ini adalah ketidak tahuan akan makna syahadat (kebodohan).

Mempelajari hal ini merupakan salah satu kunci mendapatkan rahmat dari Allooh dan mendapatkan kebaikan.

Dalam suatu hadits, Rosulullooh SAW bersabda:

"Barang siapa meninggal, sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang di sembah kecuali Allooh, ia masuk surga.

(Hadits, dalam As Shohih di riwayatkan dari Usman RA.)

2. Keyakinan Keyakinan di sini berarti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut.

Artinya, seseorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya dengan makna yang sebenarnya, tanpa ragu sedikitpun.

Dalam Al Qur'an Allooh berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allooh dan Rosul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allooh.

Mereka itulah orang-orang yang benar."

(QS. Al Hujurat: 15).

Artinya, lawan dari keyakinan adalah keraguan. Keyakinan akan membawa seseorang kepada keistiqomahan, sedangkan keraguan akan menimbulkan kemunafikan.

Dalam Hadits, juga di nyatakan sebagai berikut:

Dari Abu Hurairoh RA Rosulullooh SAW bersabda:

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allooh.

Tidak ada seorang hamba yang bertemu dengan Allooh dengan dua kalimat ini dan tidak ragu tentang kedua-duanya, kecuali masuk surga."

(HR. Muslim)

3. Ke ikhlashan Istilah "ke ikhlashan" di ambil dari kata "susu murni" (al laban al khalish), yang maksudnya tidak lagi di campuri kotoran yang merusak kemurnian dan kejernihannya.

Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat.

Dengan demikian, ucapan syahadat mesti di iringi dengan Niat yang ikhlash, Lillahi Ta'ala.

Ucapan yang bercampur dengan riya' atau kecenderungan tertentu tidak akan di terima Allooh SWT.

Allooh SWT berfirman:

"Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..."

(QS. Al Bayinah : 5)

Syahadat sendiri merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu harus di lakukan dengan ikhlash.

Dan ikhlash, merupakan lawan dari kemusyrikan.

Setiap perbuatan yang mengandung kemusyrikan, maka akan menghapus amal perbuatan itu sendiri.

Dan orang yang melakukannya menderita kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak bermakna.

Dan tidak ikhlash juga berarti mengadakan tandingan-tandingan selain Allooh SWT selain Tuhannya.

Allooh SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya telah di wahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu.

"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."

(QS. Az Zumar : 39).

4.Kejujuran Dalam hal ini, kejujuran adalah bahwa "lahirnya" tidak boleh menyalahi "batinnya".

Keduanya harus saling sesuai dan sejalan, yaitu antara lahir dan bathinnya:

Antara Ilmu dan Amalnya

Antara apa yang ada di dalam Hatinya dengan apa yang di Kerjakan oleh Raganya.

Oleh karena itulah pernyata’an syahadat harus di nyatakan dengan lisan di yakini dalam hati, lalu di aktualisasikan dalam amal perbuatan.

Rosulullooh SAW bersabda:

"Siapa yang mengucapkan:

"Tiada Tuhan selain Allooh" dengan jujur dalam hatinya, maka ia akan masuk surga."

(HR. Bukhori).

Allooh SWT berfirman:

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat ke amanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

(QS. Al An'am: 82)

Lawan dari sikap ini adalah kebohongan yang melahirkan kemunafikan, yaitu menampakan sesuatu yang sebenarnya tak ada dalam hatinya.

Atau bahwa ia menyimpan kekufuran dalam bathinnya, tetapi menampakkan iman dalam lisan dan raganya.

Kejujuran dan kemunafikan diuji melalui coba’an.

Coba’an ini akan menjadi seleksi bagi seseorang.

Sejarah menunjukkan bahwa coba’an merupakan cara untuk mengetahui siapa yang betul-betul berjuang di jalan Allooh, dan siapa yang tidak bersungguh-sungguh berjuang.

Dalam hal ini, Allooh SWT berfirman:

"Di antara orang-orang Mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allooh; maka di antara mereka ada yang gugur.

Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)."

(QS. Al Ahzab : 33)

  5.Ke cinta’an ke cinta’an dalam hal ini yaitu                    mencintai Allooh dan Rosul-Nya.

Dan juga mencintai orang-orang yang beriman. "...Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allooh..."

(QS. Al Baqoroh : 165)

Cinta kepada Allooh SWT yang teramat sangat, merupakan sifat utama orang yang beriman.

Mereka juga membenci apa saja yang di benci oleh Alloh SWT.

Cinta juga berarti rasa suka yang dapat melapangkan dada, ia merupakan Ruh dari ibadah, sedangkan syahadatain merupakan ibadah yang paling utama.

Dengan rasa cinta ini, segala perintah dan larangan akan terasa ringan, tuntutan dari syahadatain akan terasa ringan.

Seseorang yang beriman, akan melimpahkan cintanya terlebih dahulu kepada Allooh SWT, Rosul-Nya, dan jihad, sebelum mencintai yang lainnya.

"Katakanlah:

"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekaya’an yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allooh dan Rosul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allooh mendatangkan keputusan-Nya".

Dan Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik."

(QS. At Taubah: 9)

Dan jika seseorang ingin merasakan manisnya Iiman, maka ada baiknya pahami hadits berikut ini:

"Tiga hal, yang barang siapa dalam dirinya ada ke tiganya, akan mendapatkan manisnya Iiman.

“Bila Allooh dan Rosul-Nya lebih ia cintai dari pada selain ke duanya

“Bila seseorang mencintai seseorang yang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allooh;

“Dan apabila ia tidak ingin kembali kepada kekafiran setelah Allooh menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin di jebloskan ke dalam neraka."

(HR. Bukhori).

Cinta itu juga harus di sertai amarah,yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rosulullooh SAW.

Selain itu ia juga murka terhadap para pelaku atau pembawa ajaran dengan segala ilmu dan amal yang mereka bawa.

Rosulullooh SAW bersabda:

"Ikatan Iiman yang terkuat adalah cinta karena Allooh dan marah karena Allooh."

(HR. Thobroni dari Ikrimah dan Ibnu Abbas).

Lawan dari kecintaan adalah kebencian.

5.   Penerimaan Penerima’an di sini yaitu kerendahan dan ketundukan, serta penerima’an hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allooh dan Rosul-Nya.

Dan hal ini harus membuahkan keta’atan dan ibadah kepada Allooh SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islaam.

Allooh SWT berfirman:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu'min, apabila Allooh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka."

 (QS. Al Ahzab: 36)

Artinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali Kitabullooh (Al Qur'an) dan Sunnah Rosul.

Dan Mu’min sendiri adalah mereka yang berhukum kepada Rosul Allooh SWT dalam seluruh persoalannya, dan ia menerima secara total keputsan Rosul, tanpa ragu-ragu sedikitpun.

Allooh SWT berfirman:

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."

(QS. An Nisaa: 65).

Dalam Al Qur'an surat An Nur ayat 51, Allooh SWT juga menfirmankan hal serupa.

Lawan dari penerima’an di atas adalah penolakan atau pembangkangan,yaitu membangkang dan berpaling dari ajaran-ajaran Rosulullooh SAW dengan hatinya, sehingga ia tidak ridho dan tidak menerima ajaran-ajaran tersebut.

Allooh menggambarkan orang-orang seperti itu dalam ayat berikut ini:

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam ke ada’an buta".

Berkatalah ia:

"Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam ke ada’an buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

Allooh berfirman:

"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun di lupakan".

(QS. Thoha: 124-126)

  7.Ketundukan Pernyata’an syahadat harus di iringi  dengan ketundukan.

Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allooh dan Rosul-Nya secara lahiriyah.

Artinya, kita harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Perbeda’an antara "penerima’an" (yang sudah di jelaskan di atas) dengan "ketundukan" yaitu bahwa penerima’an merupakan pekerja’an hati, sedangkan ketundukan pekerja’an fisik.

Dalam suatu hadits, di nyatakan:

Dari Abi Muhammad Abdillah bin 'Amr bin Al 'Ash RA, berkata, Rosulullooh SAW bersabda:

"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa."

Oleh karena itu, setiap Muslim yang bersyahadat selalu siap melaksanakan ajaran Islaam yang merupakan aplikasi syahadatain.

Ia bertekad dan menentukan agarkan hukum dan undang-undang Allooh SWT berlaku pada dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya,dengan kata lain, seseorang yang mengucapkan syahadat, berarti dia juga harus mengaplikasikannya dalam amal sholeh, dan Allooh akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Allooh SWT berfirman:

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam ke ada’an beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

 (QS. An Nahl : 16)

Lawan dari ketundukan adalah pengingkaran, yaitu tidak mau melakukan apa yang di perintahkan Allooh atau sebaliknya, justru mengerjakan apa yang di larang-Nya.

Seseorang yang bersyahadat adalah orang-orang yang tunduk dan taat kepada Allooh,setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya sikap rela dan ridho untuk di atur oleh Allooh SWT, Rosulullooh, dan Islaam, dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan dalam setiap keadaan.

Apabila seluruh penduduk Muslim di Timur Tengah di kumpulkan menjadi satu, jumlahnya masih lebih banyak Indonesia.
Namun dengan jumlah muslim yang besar ini, kebanyakan dari mereka belum memahami benar agama yang di anutnya sendiri.

Kebanyakan masih kurang memahami apa itu Islaam, bahkan tidak memahami dua kalimat syahadat, kalimat yang sangat penting dalam agama ini ,sedikit banyak telah ada beberapa salah persepsi mengenai dua kalimat syahadat,padahal bila kita salah dalam memahami dua kalimat syahadat ini, bisa di pastikan dalam melaksanakan ibadah selanjutnya akan ada kesalahan di sana sini.

Apalagi mengucapkan dua kalimat syahadat adalah bagian dari rukun Islaam yang pertama,untuk itu marilah kita kaji kembali, mengapa dua kalimat syahadat ini begitu penting.

Syahadatain (dua kalimat syahadat) menjadi penting karena merupakan asas dan dasar bagi rukun Islaam lainnya, dan menjadi tiang untuk rukun Iiman dan dien.
Syahadatain merupakan Ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islaam,oleh karena itu syahadah menjadi sangat penting.

Lebih detailnya lagi, ada beberapa hal yang menyebabkannya menjadi penting, yaitu karena:

1. Syahadah adalah pintu masuk ke dalam Islaam

2. Syahadah adalah intisari ajaran Islaam

3. Syahadah adalah dasar-dasar perubahan menyeluruh

4. Syahadah adalah hakikat da'wah para Rosul

5. Syahadah adalah keutamaan yang besar

1. Pintu masuk ke dalam Islaam Sahnya Iiman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain. Tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang di kerjakana bagaikan abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada.

Dalam Al Qur'an Allooh menyebutkannya bagaikan debu yang berterbangan, walaupun amal yang di lakukan adalah amal yang baik sekalipun, namun tidak di dasari oleh syahadat.

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."

 (QS. Al Furqan[25]: 23)

Allooh menjadikan amal mereka bagaikan debu yang berterbangan karena mereka tidak beriman.

Dengan demikian jelaslah bahwa syahadatain ini menjadi pembeda manusia, mana yang Muslim dan mana yang kafir.

2. Intisari ajaran Islam Syahadah juga merupakan intisari dari ajaran Islaam.

Artinya, pemahaman seorang muslim terhadap agamanya (Islaam), tergantung kepada pemahaman dia tentang syahadatain itu sendiri.

Paling tidak ada tiga prinsip dalam kalimat syahadatain ini:

1.   Pernyata’an Laa ilaaha ilallooh merupakan penerima’an penghambaan atau ibadah kepada Allooh SWT saja.

Melaksanakan minhajillah (sistem/aturan Allooh SWT) merupakan ibadah kepada-Nya.

2.   Menyebut "Muhammad Rosulullooh" merupakan dasar bahwa penerima’an cara penghambaan itu dari Muhammad SAW.

Jadi, Rosulullooh merupakan teladan dan ikutan dalam mengikuti minhajillah.

3. Penghambaan kepada Allooh SWT meliputi segala aspek kehidupan, ia mengatur hubungan manusia dengan Allooh SWT, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.

3. Dasar-dasar Perubahan Total Syahadatain merupakan dasar yang dapat merubah seorang manusia dalam aspek keyakinannya, pemikirannya, maupun jalan hidupnya.

Perubahan di sini meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.

Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima kalimat syahadatain ini,sehingga mereka yang tadinya bodoh (jahiliyah) menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang sesat mendapat hidayah, dsb.

Artinya, syahadatain selain dapat merubah individu, juga mampu merubah sebuah masyarakat, misalnya yang tadinya saling bermusuhan dapat berubah menjadi masyarakat yang bersaudara di jalan Allooh.

Contohnya adalah masyarakat Mekkah ketika zaman Rosulullooh, ketika sebelum di utusnya Rosulullooh SAW, masyarakat Mekkah ketika itu adalah masyarakat yang jahil, banyak melakukan maksiat, suka mengkubur hidup-hidup anak perempuan mereka, menyembah berhala, dsb.

Namun ketika Rosulullooh di utus membawa risalah dengan syahadatainnya, maka masyarakat Mekkah dapat berubah menjadi masyarakat yang penuh hidayah, menjauhi maksiat, tidak menyembah berhala, dll.

3.   Hakikat Da'wah Para Rosul Syahadah juga merupakan hakikat da'wah para Rosul,setiap Rosul semenjak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, membawa misi da'wah yang sama, yaitu Laa ilaaha ilallooh (syahadah).

Da'wah mereka senantiasa membawa dan mengarahkan umatnya kepada pengabdian kepada Allooh SWT saja.

4.   Ke utama’an yang Besar Yang terakhir yang menyebabkan syahadah itu penting adalah karena syahadah itu sendiri merupakan ke utama’an yang besar.

Banyak ganjaran dan pahala yang di berikan oleh Allooh SWT dan di janjikan oleh Nabi Muhammad SAW, dan syahadah ini sendiri dapat menghindarkan kita dari neraka.

Dalam Hadits di katakana:

"Allooh SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang menyebut kalimat syahadah." Atau dalam hadits lain, Rosulullooh SAW bersabda:

"Dua perkara yang pasti, kata Rosulullooh SAW.

Maka seorang sahabat bertanya:

"Apakah perkara itu ya Rosulullooh?"

Rosulullooh SAW menjawab:

"Barang siapa yang mati dalam ke ada’an tidak menyekutukan Allooh dengan sesuatu, ia tetap masuk surga."

(HR. Ahmad).

Demikianlah kelima hal yang menyebabkan syahadatain ini menjadi sangat penting.

Semoga setelah memahami hal ini, kita semakin termotivasi untuk lebih jauh memahami apa itu Syahadatain, apa itu Islaam.

Yang pada akhirnya, memudahkan kita dalam beribadah kepada Allooh SWT.

Aamiin.

Syahadat yang Di terima Allooh SWT Hudzaifah - Sebagai seorang muslim, tentu harus senantiasa mempertahankan diri agar keimanan kita tetap terjaga,dengan kata lain, kita harus berusaha untuk menjaga kalimat syahadatain yang kita ucapkan dari kondisi kendor (futur) atau melemah.

Lebih jauh lagi, kalimat Laa ilaaha illallooh tidak mungkin kita aplikasikan kecuali dengan dua hal, yaitu terpenuhinya syarat-syarat syahadatain, dan tidak adanya hal-hal yang membatalkan syahadatain.

Untuk itu, kita perlu mengetahui apa saja syarat-syaratnya agar kalimat syahadatain kita dapat di terima Allooh SWT, dan hal-hal apa saja yang dapat membatalkannya.

Artikel ini mencoba mengupas yang pertama, yaitu syarat-syarat di terimanya syahadat.

Untuk bagian yang kedua, insya Allooh akan di kupas pada artikel lain.

Syarat Syahadatain "Syarat" adalah sesuatu yang tanpa keberada’annya, maka yang di syaratkannya itu tidak sempurna atau tidak dapat terealisasi.

Jadi, jika kita mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa di katakan syahadat itu tidak sah.

Syarat syahadatain itu sendiri ada tujuh, yaitu:

1. Pengetahuan (lawan dari kebodohan)

2. Ke yakinan (lawan dari keragu-raguan)

3. Ke ikhlashan (lawan dari kemusyrikan)

4. Ke jujuran (lawan dari kebohongan)

5. Ke cintaan (lawan dari kebencian)

6. Penerima’an (lawan dari penolakan)

7. Ke tundukan (lawan dari pengingkaran) 1. Pengetahuan Manusia yang menyatakan sesuatu, tentu harus mengetahui dan memahami dahulu apa yang dia ucapkan, begitu juga dengan syahadatain.

Seseorang yang bersyahadat, harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya.

Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya.

Orang-orang yang bodoh (jahil) tentang makna syahadatain, tidak mungkin dapat mengamalkannya.

Contohnya yaitu dalam kalimat Laa ilaaha illallooh.

Kita harus pahami bahwa kalimat ini mencakup dua dimensi, yaitu penafikan (Laa ilaaha = tiada ilah) dan penetapan (illallah = selain Allooh).

Artinya, kita harus mengetahui bahwa dimensi penafikan di sini berarti penolakan terhadap semua sembahan selain Allooh, dan dimensi penetapan dalam kalimat ini adalah penetapan bahwa haq Uluhiyah (keTuhanan / yang di sembah) hanya bagi Allooh semata.

Allooh SWT berfirman:

"Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allooh."

(QS. Muhammad: 19)

Allooh SWT juga menfirmankan hal serupa dalam ayat lain, antara lain di Al Qur'an surat Ali Imron ayat :18.

Lawan dari pengetahuan ini adalah ketidaktahuan akan makna syahadat (kebodohan).

Mempelajari hal ini merupakan salah satu kunci mendapatkan rahmat dari Allooh dan mendapatkan kebaikan.

Dalam suatu hadits, Rosulullooh SAW bersabda:

"Barang siapa meninggal, sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang di sembah kecuali Allooh, ia masuk surga."

(Hadits, dalam As Shohih di riwayatkan dari Usman RA.)

2. Keyakinan Keyakinan di sini berarti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut.

Artinya, seseorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya dengan makna yang sebenarnya, tanpa ragu sedikitpun.

Dalam Al Qur'an Allooh berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allooh dan Rosul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allooh.

Mereka itulah orang-orang yang benar."

(QS. Al Hujurat: 15).

Artinya, lawan dari keyakinan adalah keraguan.

Keyakinan akan membawa seseorang kepada keistiqomahan, sedangkan keraguan akan menimbulkan kemunafikan.

Dalam Hadits, juga di nyatakan sebagai berikut:

Dari Abu Hurairoh RA Rosulullooh SAW bersabda:

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allooh.

“Tidak ada seorang hamba yang bertemu dengan Allooh dengan dua kalimat ini dan tidak ragu tentang kedua-duanya, kecuali masuk surga."

(HR. Muslim)

3. Ke ikhlashan Istilah "ke ikhlashan" di ambil dari kata "susu murni" (al laban al kholish), yang maksudnya tidak lagi di campuri kotoran yang merusak kemurnian dan kejernihannya.

Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat.

Dengan demikian, ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat yang ikhlash, Lillahi Ta'ala.

Ucapan yang bercampur dengan riya' atau kecenderungan tertentu tidak akan di terima Allooh SWT.

Allooh SWT berfirman:

"Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Allooh dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..."

 (QS. Al Bayinah : 5)

Syahadat sendiri merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu harus di lakukan dengan ikhlash.

Dan ikhlash, merupakan lawan dari kemusyrikan, setiap perbuatan yang mengandung kemusyrikan, maka akan menghapus amal perbuatan itu sendiri.

Dan orang yang melakukannya menderita kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak bermakna.

Dan tidak ikhlash juga berarti mengadakan tandingan-tandingan selain Allooh SWT selain tuhannya.

Allooh SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya telah di wahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu.

"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."

(QS. Az Zumar : 39).

5.   Kejujuran Dalam hal ini, kejujuran adalah bahwa "lahirnya" tidak boleh menyalahi "bathinnya".

Keduanya harus saling sesuai dan sejalan, yaitu antara lahir dan bathinnya, antara ilmu dan amalnya, antara apa yang ada di dalam hatinya dengan apa yang di kerjakan oleh raganya.

Oleh karena itulah pernyataan syahadat harus di nyatakan dengan lisan, di yakini dalam hati, lalu di aktualisasikan dalam amal perbuatan. Rosulullooh SAW bersabda:

"Siapa yang mengucapkan:

"Tiada Tuhan selain Allooh" dengan jujur dalam hatinya, maka ia akan masuk surga."

(HR. Bukhori).

Allooh SWT berfirman:

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat ke amanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

 (QS. Al An'am: 82)

Lawan dari sikap ini adalah kebohongan yang melahirkan kemunafikan, yaitu menampakan sesuatu yang sebenarnya tak ada dalam hatinya.

Atau bahwa ia menyimpan kekufuran dalam batinnya, tetapi menampakkan Iiman dalam lisan dan raganya.

Kejujuran dan kemunafikan diuji melalui coba’an.

Cobaan ini akan menjadi seleksi bagi seseorang.

Sejarah menunjukkan bahwa cobaan merupakan cara untuk mengetahui siapa yang betul-betul berjuang di jalan Allooh, dan siapa yang tidak bersungguh-sungguh berjuang.

Dalam hal ini, Allooh SWT berfirman:

"Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allooh; maka di antara mereka ada yang gugur.

Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)."

(QS. Al Ahzab : 33)

6.   Ke cinta’an kecinta’an dalam hal ini yaitu mencintai Allooh dan Rosul-Nya.

Dan juga mencintai orang-orang yang beriman.

"...Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allooh..."

 (QS. Al Baqarah : 165)

Cinta kepada Allooh SWT yang teramat sangat, merupakan sifat utama orang yang beriman. Mereka juga membenci apa saja yang di benci oleh Allooh SWT.

Cinta juga berarti rasa suka yang dapat melapangkan dada, ia merupakan Ruh dari ibadah, sedangkan syahadatain merupakan ibadah yang paling utama.

Dengan rasa cinta ini, segala perintah dan larangan akan terasa ringan, tuntutan dari syahadatain akan terasa ringan.

Seseorang yang beriman, akan melimpahkan cintanya terlebih dahulu kepada Allooh SWT, Rosul-Nya, dan jihad, sebelum mencintai yang lainnya.

"Katakanlah:

"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekaya’an yang kamu usahakan, perniaga’an yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allooh dan Rosul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allooh mendatangkan keputusan-Nya".

Dan Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik."

 (QS. At Taubah: 9)

Dan jika seseorang ingin merasakan manisnya iman, maka ada baiknya pahami hadits berikut ini:

Tiga hal, yang barang siapa dalam dirinya ada ketiganya, akan mendapatkan manisnya Iiman

Bila Allooh dan Rosul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya

Bila seseorang mencintai seseorang yang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allooh;

Dan apabila ia tidak ingin kembali kepada kekafiran setelah Allooh menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin di jebloskan ke dalam neraka."

(HR. Bukhori).

Cinta itu juga harus di sertai amarah.

Yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rosulullooh SAW.

Selain itu ia juga murka terhadap para pelaku atau pembawa ajaran dengan segala ilmu dan amal yang mereka bawa.

Rosulullooh SAW bersabda:

"Ikatan Iiman yang terkuat adalah cinta karena Allooh dan marah karena Allooh."

(HR. Thobroni dari Ikrimah dan Ibnu Abbas).

 Lawan dari kecinta’an adalah kebencian.

7.   Penerima’an Penerima’an di sini yaitu kerendahan dan ketundukan, serta penerima’an hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allooh dan Rosul-Nya.

Dan hal ini harus membuahkan ke ta’atan dan ibadah kepada Allooh SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islaam.

Allooh SWT berfirman:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu'min, apabila Allooh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka."

 (QS. Al Ahzab: 36)

Artinya, bagi seorang Muslim tidak ada pilihan lain kecuali Kitabullooh (Al Qur'an) dan Sunnah Rosul.

Dan Mu’min sendiri adalah mereka yang berhukum kepada Rosul Allooh SWT dalam seluruh persoalannya, dan ia menerima secara total keputsan Rosul, tanpa ragu-ragu sedikitpun. Allooh SWT berfirman:

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."

(QS. An Nisaa: 65).

Dalam Al Qur'an surat An Nur ayat 51.

Allooh SWT juga menfirmankan hal serupa.

Lawan dari penerima’an di atas adalah penolakan atau pembangkangan.

Yaitu membangkang dan berpaling dari ajaran-ajaran Rosulullooh SAW dengan hatinya, sehingga ia tidak Ridho dan tidak menerima ajaran-ajaran tersebut.

Allooh menggambarkan orang-orang seperti itu dalam ayat berikut ini:

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".

Berkatalah ia:

"Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

Allah berfirman:

"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun di lupakan"."

(QS. Thoha: 124-126)

8.   Ketundukan Pernyata’an syahadat harus di iringi dengan ketundukan.

Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allooh dan Rosul-Nya secara lahiriyah. Artinya, kita harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Perbeda’an antara "penerima’an" (yang sudah di jelaskan di atas) dengan "ketundukan" yaitu bahwa penerimaan merupakan pekerjaan hati, sedangkan ketundukan pekerjaan fisik.

Dalam suatu hadits, di nyatakan:

Dari Abi Muhammad Abdillah bin 'Amr bin Al 'Ash RA, berkata,

Rosulullooh SAW bersabda:

"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa."

Oleh karena itu, setiap muslim yang bersyahadat selalu siap melaksanakan ajaran Islam yang merupakan aplikasi syahadatain.

Ia bertekad dan menentukan agarkan hukum dan undang-undang Allooh SWT berlaku pada dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya.

Dengan kata lain, seseorang yang mengucapkan syahadat, berarti dia juga harus mengaplikasikannya dalam amal sholeh.

Dan Allooh akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Allooh SWT berfirman:

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam ke ada’an beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

(QS. An Nahl : 16)

Lawan dari ketundukan adalah pengingkaran, yaitu tidak mau melakukan apa yang di perintahkan Allooh atau sebaliknya, justru mengerjakan apa yang dilarang-Nya.

Seseorang yang bersyahadat adalah orang-orang yang tunduk dan taat kepada Allooh.

Setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya sikap rela dan Ridho untuk di atur oleh Allah SWT, Rasulullah, dan Islam, dalam ke hidupan mereka sehari-hari, dan dalam setiap ke ada’an.

Apabila seluruh penduduk muslim di Timur Tengah di kumpulkan menjadi satu, jumlahnya masih lebih banyak Indonesia.

Namun dengan jumlah muslim yang besar ini, kebanyakan dari mereka belum memahami benar agama yang di anutnya sendiri.

Kebanyakan masih kurang memahami apa itu Islaam, bahkan tidak memahami dua kalimat syahadat, kalimat yang sangat penting dalam agama ini Sedikit banyak telah ada beberapa salah persepsi mengenai dua kalimat syahadat,padahal bila kita salah dalam memahami dua kalimat syahadat ini, bisa di pastikan dalam melaksanakan ibadah selanjutnya akan ada kesalahan di sana sini.

Apalagi mengucapkan dua kalimat syahadat adalah bagian dari rukun Islaam yang pertama,untuk itu marilah kita kaji kembali, mengapa dua kalimat syahadat ini begitu penting.

Syahadatain (dua kalimat syahadat) menjadi penting karena merupakan asas dan dasar bagi rukun Islaam lainnya, dan menjadi tiang untuk rukun Iiman dan dien.

Syahadatain merupakan Ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islaam.

Oleh karena itu syahadah menjadi sangat penting.

Lebih detailnya lagi, ada beberapa hal yang menyebabkannya menjadi penting, yaitu karena:

1. Syahadah adalah pintu masuk ke dalam Islaam 2. Syahadah adalah intisari ajaran Islaam

3. Syahadah adalah dasar-dasar perubahan menyeluruh

4. Syahadah adalah hakikat da'wah para Rosul

5. Syahadah adalah ke utama’an yang besar

1. Pintu masuk ke dalam Islam Sahnya Iiman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain.

Tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang di kerjakana bagaikan abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada.

Dalam Al Qur'an Allooh menyebutkannya bagaikan debu yang berterbangan, walaupun amal yang dilakukan adalah amal yang baik sekalipun, namun tidak didasari oleh syahadat.

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."

(QS. Al Furqon[25]: 23)

Allooh menjadikan amal mereka bagaikan debu yang berterbangan karena mereka tidak beriman.

Dengan demikian jelaslah bahwa syahadatain ini menjadi pembeda manusia, mana yang Muslim dan mana yang kafir.

2. Intisari ajaran Islaam Syahadah juga merupakan intisari dari ajaran Islaam.

Artinya, pemahaman seorang muslim terhadap agamanya (Islaam), tergantung kepada pemahaman dia tentang syahadatain itu sendiri. Paling tidak ada tiga prinsip dalam kalimat syahadatain ini:

1.   Pernyata’an Laa ilaaha ilallooh merupakan penerima’an penghamba’an atau ibadah kepada Allooh SWT saja.

Melaksanakan minhajillah (sistem/aturan Allooh SWT) merupakan ibadah kepada-Nya.

2.   Menyebut "Muhammad Rosulullooh" merupakan dasar bahwa penerima’an cara penghambaan itu dari Muhammad SAW.

Jadi, Rosulullooh merupakan teladan dan ikutan dalam mengikuti minhajillah.

3. Penghamba’an kepada Allah SWT meliputi segala aspek kehidupan, ia mengatur hubungan manusia dengan Allooh SWT, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.

3. Dasar-dasar Perubahan Total Syahadatain merupakan dasar yang dapat merubah seorang manusia dalam aspek keyakinannya, pemikirannya, maupun jalan hidupnya.

   Perubahan di sini meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.

Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima kalimat syahadatain ini.

Sehingga mereka yang tadinya bodoh (jahiliyah) menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang sesat mendapat hidayah, dsb.

Artinya, syahadatain selain dapat merubah individu, juga mampu merubah sebuah masyarakat, misalnya yang tadinya saling bermusuhan dapat berubah menjadi masyarakat yang bersaudara di jalan Allooh.

Contohnya adalah masyarakat Mekkah ketika zaman Rosulullooh.

Ketika sebelum di utusnya Rosulullooh SAW, masyarakat Mekkah ketika itu adalah masyarakat yang jahil, banyak melakukan maksiat, suka mengkubur hidup-hidup anak perempuan mereka, menyembah berhala, dsb. Namun ketika Rosulullooh di utus membawa risalah dengan syahadatainnya, maka masyarakat Mekkah dapat berubah menjadi masyarakat yang penuh hidayah, menjauhi maksiat, tidak menyembah berhala, dll.

4. Hakikat Da'wah Para Rosul Syahadah juga merupakan hakikat da'wah para Rosul, setiap Rasul semenjak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, membawa misi da'wah yang sama, yaitu Laa ilaaha ilallooh (syahadah). Da'wah mereka senantiasa membawa dan mengarahkan umatnya kepada pengabdian kepada Allooh SWT saja.

5. Ke utamaan yang Besar Yang terakhir yang menyebabkan syahadah itu penting adalah karena syahadah itu sendiri merupakan ke utama’an yang besar.

Banyak ganjaran dan pahala yang di berikan oleh Allooh SWT dan di janjikan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dan syahadah ini sendiri dapat menghindarkan kita dari neraka.

Dalam Hadits di katakana:

"Allah SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang menyebut kalimat syahadah."

Atau dalam hadits lain, Rosulullooh SAW bersabda:

"Dua perkara yang pasti, kata Rosulullooh SAW.

Maka seorang sahabat bertanya:

"Apakah perkara itu ya Rosulullooh?"

Rosulullooh SAW menjawab:

"Barang siapa yang mati dalam ke ada’an tidak menyekutukan Allooh dengan sesuatu, ia tetap masuk surga."

(HR. Ahmad).

Demikianlah kelima hal yang menyebabkan syahadatain ini menjadi sangat penting.

Semoga setelah memahami hal ini, kita semakin termotivasi untuk lebih jauh memahami apa itu Syahadatain, apa itu Islam.

Yang pada akhirnya, memudahkan kita dalam beribadah kepada Allooh SWT.

Aamiin.


Walloohu A'lam.___/|\___¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨