Hadits Arbain Memahami Duakalimah Syahadat:
Hadits
kali ini adalah hadits ke dua dari kitab Hadits Arbain An-Nawawiyyah karya Imam
Nawawi membicarakan tentang masalah dasar Islaam.
Kali ini yang di pelajari adalah dua kalimat syahadat.
Kali ini yang di pelajari adalah dua kalimat syahadat.
Dari Umar bin Al-Khothb rodhiyalloohu
‘anhu dia berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ
عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ
يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ ، حَتَّى جَلَسَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ
رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ
Ketika
kami tengah berada di majelis bersama Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam pada suatu hari, tiba-tiba tampak di hadapan kami seorang laki-laki
yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya
tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorang pun di antara kami yang
mengenalnya.
Lalu ia duduk di hadapan Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam dan menyandarkan lututnya pada lutut Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam dan meletakkan tangannya di atas pahanya.
Lalu ia duduk di hadapan Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam dan menyandarkan lututnya pada lutut Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam dan meletakkan tangannya di atas pahanya.
وَقاَلَ : يَا مُحَمَّدُ
أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَمِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : الإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ ،
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ ، وَتَحُجَّ البَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً .
Selanjutnya
ia berkata:
“Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islaam…?
Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam menjawab:
“Islaam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhaq di sembah selain Allooh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allooh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullooh jika engkau mampu melakukannya.
(HR. Muslim, no. 8). Hadits ini masih berlanjut.
“Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islaam…?
Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam menjawab:
“Islaam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhaq di sembah selain Allooh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allooh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullooh jika engkau mampu melakukannya.
(HR. Muslim, no. 8). Hadits ini masih berlanjut.
Pelajaran Bagian Pertama dari Hadits #02
1-
Hadits ini menunjukkan bagaimanakah mulianya akhlaq Rosul karena
masih mau duduk-duduk dengan sahabat beliau.
Akhlak ini menunjukkan tawadhu’ (rendah hati) dari Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa salaam,orang yang tawadhu’ itu akan semakin mulia.
Akhlak ini menunjukkan tawadhu’ (rendah hati) dari Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa salaam,orang yang tawadhu’ itu akan semakin mulia.
Dari
Abu Hurairoh rodhiyalloohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ
اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ
رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah
tidaklah mengurangi harta,tidaklah Allooh
menambahkan kepada seorang hamba sifat pema’af melainkan akan semakin memuliakan
dirinya.
“Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allooh melainkan Allooh akan meninggikannya.
(HR. Muslim, no. 2588).
“Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allooh melainkan Allooh akan meninggikannya.
(HR. Muslim, no. 2588).
2-
Yang datang adalah Malaikat dalam wujud Manusia.
Malaikat bisa berwujud seperti itu dengan kehendak Allooh.
Malaikat bisa berwujud seperti itu dengan kehendak Allooh.
3- Yang
datang dalam ke ada’an memakai pakaian putih.
Maka ada anjuran memakai pakaian putih.
Maka ada anjuran memakai pakaian putih.
Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam bersabda:
الْبَسُوا
مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا
مَوْتَاكُمْ
“Pakailah
pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan
kafanilah mayit dengan kain putih pula.
(HR. Abu Daud, no. 4061, Ibnu Majah, no. 3566 dan An-Nasa’i, no. 5325. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
(HR. Abu Daud, no. 4061, Ibnu Majah, no. 3566 dan An-Nasa’i, no. 5325. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam
Hasyiyah As Sindi di sebutkan:
“Karena pakaian putih sangat jelas bila terdapat kotoran yang hal ini tidak tampak pada pakaian warna lainnya.
Begitu pula pencuciannya lebih di perhatikan daripada pencucian dalam pakaian lainnya.
Oleh karena itu Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam sampai menyebut pakain putih sebagai pakaian yang lebih bersih dan lebih baik.
“Karena pakaian putih sangat jelas bila terdapat kotoran yang hal ini tidak tampak pada pakaian warna lainnya.
Begitu pula pencuciannya lebih di perhatikan daripada pencucian dalam pakaian lainnya.
Oleh karena itu Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam sampai menyebut pakain putih sebagai pakaian yang lebih bersih dan lebih baik.
4- Yang
datang dalam ke ada’an masih muda karena di sebut rambutnya hitam.
Bagaimana
kalau punya rambut beruban?
Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam memerintahkan:
غَيِّرُوا
هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Ubahlah
uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.
(HR. Muslim, no. 2102).
Ulama’ besar Syafi’iyah, Imam Nawawi memberikan judul Bab untuk hadits di atas:
“Di anjurkannya menyemir uban dengan shofroh (warna kuning), hamroh (warna merah) dan di haramkan menggunakan warna hitam”.
(HR. Muslim, no. 2102).
Ulama’ besar Syafi’iyah, Imam Nawawi memberikan judul Bab untuk hadits di atas:
“Di anjurkannya menyemir uban dengan shofroh (warna kuning), hamroh (warna merah) dan di haramkan menggunakan warna hitam”.
5-
Perjalanan safar di masa silam akan nampak bekas pada rambut dan pakaian,
lebih-lebih pakaiannya putih akan tampak penuh debu,namun laki-laki yang datang
tersebut tidak ada bekas safar sama sekali.
6- Ia
duduk dekat dengan Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam, lutut
laki-laki itu bersandar pada lutut Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam, dan tangannya berada di lutut laki-laki itu sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika menuntut ilmu itu semestinya duduk dekat dengan guru yang mengajarkan ilmu.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika menuntut ilmu itu semestinya duduk dekat dengan guru yang mengajarkan ilmu.
7-
Sah-sah saja seorang murid duduk-duduk dekat dengan gurunya namun dengan syarat
hendaklah jangan sampai menghabiskan waqtu gurunya dengan hal sia-sia.
8-
Orang Arab Badui biasa memanggil Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam dengan nama beliau saja “Wahai Muhammad’.
Ini berbeda dengan penduduk sekitar beliau yang memanggil dengan panggilan kenabian.
Hal ini menunjukkan bahwa ada adab dan aturan ketika memanggil orang yang ini kurang ada pada Arab Badui tadi.
Ini berbeda dengan penduduk sekitar beliau yang memanggil dengan panggilan kenabian.
Hal ini menunjukkan bahwa ada adab dan aturan ketika memanggil orang yang ini kurang ada pada Arab Badui tadi.
Imam Nawawi rohimahullooh menerangkan:
Di sunnahkan
bagi anak, murid, atau seorang pemuda ketika menyebut ayahnya, guru dan tuannya
agar tidak dengan menyebut nama saja.
Dari ‘Abdullah
bin Zahr, ia berkata:
“Termasuk durhaka pada orang tua adalah engkau memanggil orang tua dengan namanya saja dan engkau berjalan di depannya.
(Al-Majmu’, 8: 257)
“Termasuk durhaka pada orang tua adalah engkau memanggil orang tua dengan namanya saja dan engkau berjalan di depannya.
(Al-Majmu’, 8: 257)
Ibnu
Taimiyah berkata:
وَالْأَصْلُ
فِي الْعَادَاتِ لَا يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ
“Hukum
asal adat (kebiasa’an masyarakat) adalah tidaklah masalah selama tidak ada yang
di larang oleh Allooh di dalamnya.
(Majmu’ah Al-Fatawa, 4: 196)
(Majmu’ah Al-Fatawa, 4: 196)
9- Islaam itu
bersyahadat Laa Ilaha Illallooh, Muhammadarrasulullooh.
Apa yang di maksud syahadat…?
Syahadat adalah menetapkan dan mengakui dengan lisan dan hati.
Apa yang di maksud syahadat…?
Syahadat adalah menetapkan dan mengakui dengan lisan dan hati.
10- Laa Ilaha
Illallooh artinya Laa Ilaha Haqqun Illallooh, yaitu tidak ada
sesembahan yang berhaq disembah selain Allooh.
Konsekuensinya, sesembahan selain Allooh itu bathil, hanya Allooh yang berhaq di sembah dan di ibadahi.
Konsekuensinya, sesembahan selain Allooh itu bathil, hanya Allooh yang berhaq di sembah dan di ibadahi.
11-
Kenapa rukun Laa Ilaha Illallooh dan Muhammad Rosulullooh di jadikan
satu rukun, kenapa tidak dua rukun…?
Karena konsekuensi dari syahadat Laa ilaha Illallooh adalah harus ikhlash.
Sedangkan syahadat Muhammad Rosulullooh adalah harus ittiba’ atau mengikuti tuntunan Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallaam.
Sedangkan ibadah barulah sah dan di terima kalau di dasari ikhlash dan ittiba’.
Karena konsekuensi dari syahadat Laa ilaha Illallooh adalah harus ikhlash.
Sedangkan syahadat Muhammad Rosulullooh adalah harus ittiba’ atau mengikuti tuntunan Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallaam.
Sedangkan ibadah barulah sah dan di terima kalau di dasari ikhlash dan ittiba’.
12- Syahadat dengan
lisan saja tidak cukup, harus pula dengan hati di karenakan orang munafik hanya
bersyahadat dengan lisan saja dan tidak bermanfa’at syahadat
mereka.
13-
Seseorang yang mengucapkan syahadat sudah di anggap masuk Islaam,
walaupun kita menduga orang yang mengucapkannya hanya untuk melindungi diri.
Silakan ambil pelajaran dari kisah Usamah berikut ini.
Imam Nawawi rohimahullooh membawa hadits di bawah ini dalam Riyadhus Sholihin pada bab:
“Menjalankan hukum-hukum terhadap manusia menurut lahiriyahnya.
“Sedangkan ke ada’an hati mereka di serahkan kepada Allooh Ta’ala.
Silakan ambil pelajaran dari kisah Usamah berikut ini.
Imam Nawawi rohimahullooh membawa hadits di bawah ini dalam Riyadhus Sholihin pada bab:
“Menjalankan hukum-hukum terhadap manusia menurut lahiriyahnya.
“Sedangkan ke ada’an hati mereka di serahkan kepada Allooh Ta’ala.
Usamah bin Zaid rodhiyalloohu
‘anhu berkata:
“Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam mengutus kami ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kami serang mereka secara tiba-tiba pada pagi hari di tempat air mereka.
Saya dan seseorang dari kaum Anshor bertemu dengan seorang lelakui dari golongan mereka.
Setelah kami dekat dengannya, ia lalu mengucapkan:
“Laa Ilaha Illallooh.
Orang dari sahabat Anshor menahan diri dari membunuhnya, sedangkan aku menusuknya dengan tombakku hingga membuatnya terbunuh.
“Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam mengutus kami ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kami serang mereka secara tiba-tiba pada pagi hari di tempat air mereka.
Saya dan seseorang dari kaum Anshor bertemu dengan seorang lelakui dari golongan mereka.
Setelah kami dekat dengannya, ia lalu mengucapkan:
“Laa Ilaha Illallooh.
Orang dari sahabat Anshor menahan diri dari membunuhnya, sedangkan aku menusuknya dengan tombakku hingga membuatnya terbunuh.
Sesampainya
di Madinah, peristiwa itu di dengar oleh Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam.
Kemudian beliau bertanya padaku:
“Hai Usamah…, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaha Illallooh?
Saya berkata:
“Wahai Rosulullooh…, sebenarnya orang itu hanya ingin mencari perlindungan diri saja, sedangkan hatinya tidak meyakini hal itu.
Beliau bersabda lagi:
“Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaha Illallooh?
Ucapan itu terus menerus di ulang oleh Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam hingga saya mengharapkan bahwa saya belum masuk Islaam sebelum hari itu.
(HR. Bukhori, no. 4269 dan Muslim, no. 96)
Kemudian beliau bertanya padaku:
“Hai Usamah…, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaha Illallooh?
Saya berkata:
“Wahai Rosulullooh…, sebenarnya orang itu hanya ingin mencari perlindungan diri saja, sedangkan hatinya tidak meyakini hal itu.
Beliau bersabda lagi:
“Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaha Illallooh?
Ucapan itu terus menerus di ulang oleh Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam hingga saya mengharapkan bahwa saya belum masuk Islaam sebelum hari itu.
(HR. Bukhori, no. 4269 dan Muslim, no. 96)
Dalam
riwayat Muslim di sebutkan, lalu Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam bersabda:
“Bukankah ia telah mengucapkan Laa Ilaha Illallooh, mengapa engkau membunuhnya?
Saya menjawab:
“Wahai Rosulullooh, ia mengucapkan itu semata-mata karena takut dari senjata.
Beliau bersabda:
“Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui…
“Apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?
Beliau mengulang-ngulang ucapan tersebut hingga aku berharap seandainya aku masuk Islaam hari itu saja.
“Bukankah ia telah mengucapkan Laa Ilaha Illallooh, mengapa engkau membunuhnya?
Saya menjawab:
“Wahai Rosulullooh, ia mengucapkan itu semata-mata karena takut dari senjata.
Beliau bersabda:
“Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui…
“Apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?
Beliau mengulang-ngulang ucapan tersebut hingga aku berharap seandainya aku masuk Islaam hari itu saja.
Ketika
menyebutkan hadits di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari kalimat:
“Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui…
“Apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?
Adalah kita hanya di bebani dengan menyikapi seseorang dari lahiriyahnya dan sesuatu yang keluar dari lisannya.
Sedangkan hati, itu bukan urusan kita,kita tidak punya kemampuan menilai isi hati,cukup nilailah seseorang dari lisannya saja (lahiriyah saja).
Jangan tuntut lainnya. Lihat Syarh Shohih Muslim, 2: 90-91.
“Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui…
“Apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?
Adalah kita hanya di bebani dengan menyikapi seseorang dari lahiriyahnya dan sesuatu yang keluar dari lisannya.
Sedangkan hati, itu bukan urusan kita,kita tidak punya kemampuan menilai isi hati,cukup nilailah seseorang dari lisannya saja (lahiriyah saja).
Jangan tuntut lainnya. Lihat Syarh Shohih Muslim, 2: 90-91.
14-
Syahadat Muhammad Rosulullooh mengandung beberapa
konsekuensi:
- Membenarkan
segala apa yang Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallaam kabarkan, tanpa
ada keraguan sama sekali.
- Menjalankan
setiap yang Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam perintahkan,
tanpa menolaknya sama sekali.
- Meninggalkan
setiap yang Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam larang,
tanpa menentangnya sama sekali.
- Tidak
mendahulukan perkata’an manusia di banding dengan perkata’an Nabi shollolloohu
‘alaihi wa sallaam.
- Tidak membuat
bid’ah dalam agama yang tidak Rosulullooh shollolloohu
‘alaihi wa sallaam ajarkan
baik kaitannya dengan akidah (keyakinan), perkataan, dan perbuatan.
Karenanya setiap orang yang berbuat bid’ah berarti tidak merealisasikan syahadat Muhammad Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam dengan benar karena masih menambah ajaran baru dan berarti juga tidak beradab pada Rosulullooh shollolloohu ‘alaihi wa sallaam. - Tidak meyakini
bahwa Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallaam punya kemampuan
rububiyah (punya kemampuan seperti yang Robb lakukan, yaitu
mencipta, memberi rezeki dan mengabulkan do’a, pen.).
Nabi Muhammad shollolloohu ‘alaihi wa sallaam hanyalah ‘abdun wa Rosul (hamba dan utusan Allooh).
Nabi Muhammad shollolloohu ‘alaihi wa sallaam bukanlah Tuhan yang berhak di ibadahi.
Namun beliau shollolloohu ‘alaihi wa sallaam adalah utusan Allooh yang tidak boleh di lecehkan. - Menghormati
perkata’an Nabi shollolloohu ‘alaihi wa sallaam. Contohnya kita
tidak boleh menyebar hadits-hadits palsu dan membuat-buatnya dengan
maksud-maksud tertentu.
Semoga
bermanfa’at.
Walloohu
A’lam.
___/|\___
___/|\___
¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨