Senin, 19 Agustus 2019

Wajib Mengulang Syahadat ketika Baligh?

Wajib Mengulang Syahadat ketika Baligh?

Haruskah Mengulang Syahadat ketika Baligh?

Assalamualaikun... ustadz. Sy baru baca  buku syahadatain tulisan Muh Umar Jiau al Haq. Dr baca tulisan itu sy menangkap bhw syahadat perlu di baca oleh anak yang lahir dalam keluarga islaam dan dengan di saksikan orang karena syahadat harus di ungkapkan bukan keturunan,tetapi ada juga yang berpendapat tidak perlu. 
Mohon penjelasannya...
Abdullooh
Jawab:
Wa ‘alaikumus salam wa rohmatullooh
Bismillaah was sholatu was salamu ‘ala Rosulillaah, amma ba’du,
Mengucapkan dua kalimat syahadat di depan saksi, hanya berlaku bagi mereka yang hendak masuk islaam.
Ibnu Abbas Rodhiyalloohu ‘anhuma menceritakan:
Ketika Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam mengirim Muadz ke Yaman untuk mendakwahkan islam, Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam berpesan kepada beliau:
إِنَّكَ تَأْتِى قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
"Engkau akan mendatangi sekelompok kaum ahli kitab. "Karena itu, ajaklah mereka untuk bersyahadat Laa ilaaha illallooh dan bahwa aku utusan Allooh.
"Jika mereka menerimamu dengan ajakan itu, ajarkanlah kepada mereka bahwa Allooh mewajibkan kepada mereka sholat 5 waqtu dalam sehari semalam….

(HR. Bukhori 1395, Muslim 132, Abu Daud 1586 dan yang lainnya)
Kaum yang di datangi Muadz adalah masyarakat beragama nasrani di Yaman.
Demikian pula hadis dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘anhumaNabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ
Aku di perintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat Laa ilaaha illallooh dan bahwa Muhammad utusan Allooh, dan mereka menegakkan sholat, dst…
(HR. Bukhori 25 & Muslim 135).
Makna hadits, bahwa beliau di perintahkan untuk menda'wahi manusia sampai mereka masuk islaam dengan di tandai pengucapan dua kalimat syahadat.

Tidak Perlu Mengulang Syahadat:

Oleh karena itu, bagi mereka yang telah masuk islaam, tidak ada kewajiban untuk menyatakan syahadat di depan saksi atau di depan pemimpin, di antara dalil yang menunjukkan hal itu,
Pertama, bahwa ketika Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkan kota Mekkah, banyak masyarakat di hamparan jazirah arab yang masuk Islaam secara berbondong-bondong.
Satu suku semua masuk Islaam, di wakili oleh pernyata'an kepala suku. Allooh sebutkan dalam al-Quran:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ( ) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
Apabila telah datang pertolongan Allooh dan kemenangan ( ) dan kamu lihat manusia masuk agama Allooh dengan berbondong-bondong. (QS. an-Nashr: 1-2)
Itu terjadi sekitar tahun 9 dan 10 H. Sehingga tahun itu digelari ‘am al-Wufud (tahun kedatangan tamu).
Ketika Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam melakukan haji wada di akhir tahun 10 H, jumlah kaum muslimin yang ikut haji sangat banyak, lebih dari seratus orang.
Anda bisa simak keterangan selengkapnya di: Berapa Jumlah Sahabat Nabi?
Sehingga tidak semua orang yang masuk Islaam, mengikrarkan syahadat di hadapan Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan banyak di antara mereka yang belum akrab dengan Nabi, dan beliau mengakui k Islaaman mereka.
Kedua,  ada beberapa sahabat yang lahir di tengah kaum muslimiin,seperti Abdullah bin Zubair, lahir ketika ibunya ikut hijrah ke Madinah dan kita tidak mendapatkan adanya riwayat, mereka mengikrarkan dua kalimat syahadat setelah mereka besar.
Karena mereka sudah Islaam sejak kecil, sehingga mereka tidak butuh mengikrarkan syahadat di hadapan Nabi Shollolloohu ‘alaihi wa sallaam.

Anak Kecil Mengikuti Agama Orang Tuanya

Ulama sepakat bahwa anak kecil yang di lahirkan di tengah orang tua yang keduanya musliim, maka agamanya langsung mengikuti orang tuanya.
Jika agama ortunya berbeda, maka agamanya mengikuti orang tuanya yang musliim.
Syaikhul Islaam mengatakan:
الطفل إذا كان أبواه مسلمين كان مسلماً تبعاً لأبويه باتفاق المسلمين ، وكذلك إذا كانت أمه مسلمة عند جمهور العلماء كأبي حنيفة والشافعي وأحمد
Anak kecil yang kedua orang tuanya musliim, maka dia musliim mengikuti kedua orang tuanya, dengan sepakat kaum muslimiin.
Demikian pula ketika ibunya muslimah (sementara ayahnya kafir), dia mengikuti agama ibunya menurut pendapat mayoritas ulama seperti Abu Hanifah, as-Syafi'i, dan Ahmad. (Majmu’ Fatawa, 10/437).
Keterangan lain di nyatakan dalam Ensiklopedi Fiqh:
اتفق الفقهاء على أنه إذا أسلم الأب وله أولاد صغار، أو من في حكمهم – كالمجنون إذا بلغ مجنونا – فإن هؤلاء يحكم بإسلامهم تبعا لأبيهم.
وذهب الجمهور (الحنفية والشافعية والحنابلة) إلى أن العبرة بإسلام أحد الأبوين، أبا كان أو أما
Ulama' sepakat bahwa jika ada bapak yang masuk Islaam dan dia memiliki beberapa anak yang masih kecil atau keluarga yang seperti anak kecil – seperti orang gila – maka mereka di hukumi telah Islaam mengikuti ayahnya.
Sementara mayoritas Ulama' (Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali) berpendapat bahwa yang menjadi acuan Islaamnya anak adalah status Islaamnya salah satu dari orang tuanya,baik ayahnya maupun ibunya.
(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 4/270).

Anak Kecil Tidak Perlu Mengulang Syahadat:

Anak kecil dari keluarga musliim, tidak perlu mengulang syahadatnya ketika baligh, karena mereka sudah musliim sejak kecil.
Syaikhul Islaam mengatakan:
واتفق المسلمون على أن الصبي إذا بلغ مسلماً لم يجب عليه عقب بلوغه تجديد الشهادتين
Kaum muslimiin sepakat bahwa anak kecil ketika menginjak baligh sudah musliim, dia tidak wajib memperbarui syahadatnya setelah baligh.
(Dar’u at-Ta’arudh, 4/107)
Beliau juga mengatakan:
السلف والأئمة متفقون على أن أول ما يُؤمر به العباد الشهادتان ، ومتفقون على أن من فعل ذلك قبل البلوغ لم يؤمر بتجديد ذلك عقب البلوغ
Ulama' salaf dan para Ulama setelahnya sepakat bahwa perintah pertama yang di tujukan kepada para hamba adalah dua kalimat syahadat.
Mereka juga sepakat bahwa siapa yang sudah bersyahadat sebelum baligh, dia tidak di perintahkan untuk mengulang syahadatnya setelah baligh.
(Dar’u at-Ta’arudh, 4/107)

Jika Murtad Setelah Baligh:

Sebelum baligh, status agama anak mengikuti agama orang tuanya dan jika dia murtad setelah baligh atau ragu dengan Islaamnya, maka dia wajib berthaubat dengan mengulangi syahadatnya.
Syaikhul Islaam mengatakan:
الصغير حكمه في أحكام الدنيا حكم أبويه ؛ لكونه لا يستقل بنفسه ، فإذا بلغ وتكلم بالإسلام أو بالكفر كان حكمه معتبراً بنفسه باتفاق المسلمين ، فلو كان أبواه يهوداً أو نصارى فأسلم كان من المسلمين باتفاق المسلمين ، ولو كانوا مسلمين فكفر كان كافراً باتفاق المسلمين
Anak kecil, hukumnya di dunia sama dengan hukum orang tuanya,karena dia tidak berdiri sendiri.
Jika dia baligh, kemudian memilih Islaam atau kakfiran, maka hukumnya kembali kepada pilihannya dengan sepakat kaum muslimiin.
Jika kedua orang tuanya yahudi atau nasrani, kemudian si anak masuk Islaam, maka dia menjadi musliim, dengan sepakat kaum muslimiin.
Sebaliknya, jika kedua orang tuanya musliim, kemudian anaknya memilih kafir setelah baligh, maka dia kafir dengan sepakat kaum muslimiin.
(al-Fatawa al-Kubro )

Walloohu A’lam.
___/|\___
¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨