8.Kisah Nabi Ismail As.
A. Mukaddimah
Ismail (Bahasa
Arab إسماعیل ) (sekitar 1911-1779 SM)
adalah seorang Nabi dalam kepercaya’an Agama samawi.
Ismail adalah putera dari Ibrohim dan Hajar, kakak kandung dari
Ishaq. Ia di anggkap menjadi Nabi pada tahun 1850 SM,ia tinggal di Amaliq dan
berda’wah untuk Qabilah Yaman,Mekkah.
Namanya di sebut kan sebanyak 12 kali dalam Al-Qur’an,ia meninggal
pada tahun 1779 SM di Mekkah.
Secara tradisional ia di anggap sebagai Bapak Bangsa Arab.
Ismail berasal
dari dua kata “dengarkan” (ishma’ استمع ) dan “Tuhan” (al/il ,(ایل yang artinya “Dengarkan (do’a kami wahai) Tuhan.”
Ismail bin Ibrohim menikah dengan Umara binti Yasar bin Aqil kemudian di ceraikan
lalu menikah lagi dengan Sayiida bint i Mazaz bin Umru.
Pernikahan dengan Meriba dan Malchut ,di ketahui memiliki sejumlah
anak dan hanya ada seorang anak wanita yang bernama Bashemath.
B. Kisah Nabi Ismail Alaihissalaam;
Nabi Ibrohim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Istrinya Sarah, Hajar,
dan dayangnya di tempat tujuannya di Palestina,ia telah membawa pindah juga
semua hewan ternaknya dan harta miliknya yang telah di perolehnya sebagai hasil
usaha dagangnya di Mesir.
Al-Bukhori meriwayat kan daripada Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu
Nabi
Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Sarah yang telah
lama berkumpul dengan Nabi Ibrohim a.s. tetapi belum juga hamil. Tetapi walau
bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang di sembunyikan itu dengan
lahirnya Nabi Ismail a.s.dan sebagai lazimnya seorang istri sebagai Sarah
merasa telah di kalahkan oleh Hajar sebagai seorang dayangnya yang di berikan
kepada Nabi Ibrohim a.s. dan sejak itulah Sarah merasakan bahwa Nabi Ibrohim A.S.
lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sangat gembira dengan puteranya yang
tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permula’an ada keratakan
dalam rumah tangga Nabi Ibrohim A.S. sehingga Sarah merasa tidak tahan hati
jika melihat Hajar dan minta pada Nabi Ibrohim
A.S. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain
tempat .
Untuk sesuatu hikmah yang belum di ketahui dan di sadari oleh Nabi
Ibrohim Allooh s.w.t . meWahyukan kepadanya agar ke inginan dan perminta’an
Sarah istrinya di penuhi dan di jauhkanlah Ismail bersama Hajar ibunya dan
Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail puteranya
bersama ibunya akan di tempat kan dan kepada siapa akan di tinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allooh berangkatlah Nabi Ibrahim
meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang di boncengkan di atas untanya
tanpa tempat tujuan yang tertentu,ia hanya berserah diri kepada Allooh yang
akan memberi arah kepada binatang tunggangannya, dan berjalanlah unta Nabi Ibrohim
dengan tiga hamba Allooh yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke
lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya
menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan
debu-debu pasir.
Perintah meninggalkan Ismail dan Hajar di Makkah;
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang
melelahkan,tibalah Nabi Ibrohim bersama Ismail dan ibunya di Mekkah kota suci
di mana Ka’bah di dirikan dan menjadi puja’an Manusia dari seluruh dunia,di tempat
di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrohim mengakhiri
perjalanannya dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan
hanya di bekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan ke ada’an
sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah
batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan di tinggalkan oleh
Ibrohim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang
sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir,ia seraya merintih
dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrohim memohon belas kasihnya,
janganlah ia di tinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu,tiada seorang
Manusia, tiada se’ekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air
mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang
masih menyusu.
Nabi Ibrohim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega meninggalkannya
seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat di sayangi akan tetapi
ia sadar bahwa apa yang di lakukannya itu adalah kehendak Allooh s.w.t . yang tentu
mengandung hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allooh
akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala
kesukaran dan penderita’an,ia berkata kepada Hajar:
“Bertawakal-lah kepada Allooh yang telah menentukan kehendak-Nya,
percayalah kepada kekuasa’an-Nya dan Rahmat -Nya.
“Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang
akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau
bukan perintah dan Wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega meninggalkan kamu di sini
seorang diri bersama puteraku yang sangat kucint ai ini.
“Percayalah wahai Hajar, bahwa Allooh Yang Maha Kuasa tidak akan
melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya.
“Rahmat dan barokah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya,
insya-Allooh.
Mendengar kata-kata Ibrohim itu segeralah Hajar melepaskan
genggamannya pada baju Ibrohim dan di lepaskannyalah beliau menunggang untanya
kembali ke Palestina dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh
Ismail yang sedang menetek. Sedang Nabi Ibrohim pun t idak dapat menahan air
mat anya ketika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Mekkah
menuju kembali ke Palestina di mana istrinya Sarah sedang menanti,ia tidak
henti_henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allooh perlindungan,Rahmat
dan barokah serta kurnia rezeqi bagi putera dan ibunya yang di tinggalkan di
tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya:
”Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya
di dekat rumah-Mu (Baitullooh) di lembah yang sunyi
dari tanaman dan Manusia agar mereka mendirikan sholat dan
beribadat
kepada-Mu.
“Jadikanlah hati sebagian Manusia cenderung kepada mereka dan
berilah mereka rezeqi dari buah-buahan yang lezat ,mudah-mudahan
mereka bersyukur kepada-Mu.
Kemunculan mata air Zam-zam;
Suatu hari, Hajar pergi berlari tergesa-gesa menuju bukit Shofa
dengan
mengharapkan mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya, tetapi
hanya batu dan pasir yang di dapat nya di situ, kemudian dari bukit Shofa ia
melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia bermarwahlah
ke tempat itu namun ternyata bahwa yang di sangkanya air adalah fatamorgana
{bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shofa karena mendengar seakan-akan
ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah duga’annya.
Demikianlah maka karena dorongan ke inginan hidupnya dan hidup
anaknya yang sangat di sayangi, Hajar mondar-mandir
berlari sampai tujuh kali antara bukit Shofa dan Marwah yang pada
akhirnya ia duduk termenung merasa capai dan hampir berputus asa.
Di riwayatkan bahwa selagi Hajar berada dalam ke ada’an t idak
berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari Rahmat Allooh dan pertolongan-Nya
datanglah kepadanya Malaikat Jibril, kemudian di ajaklah Hajar mengikutinya
pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di
atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih
dengan kuasa Allooh Ta’ala.
Itulah dia mat a air zam-zam yang sehingga kini di anggap suci
oleh jema’ah haji, berdesakan sekelilingnya untuk mendapatkan setitik
atau seteguk air dari padanya dan karena sejarahnya mata air itu
di sebut orang “Injakan Jibril”.
Ada juga yang mengatakan itu bekas air mata Nabi Ismail.
Alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu.
Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air suci itu dan segera pula terlihat
wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat
bahagia dengan datangnya mu’jizat dari sisi T uhan yang mengembalikan kesegaran
hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah di bayang-bayangi oleh bayangan
mati kelaparan yang mencekam dada.
Perintah pengurbanan Ismail;
Tiada keragu-raguan antara siapa yang di korbankan Ibrohim sebab
Allooh telah berfirman dalam Al-Qur’an, bahwa Ismail lah yang di korbankan.
Nabi Ibrohim dari masa ke semasa pergi ke Mekkah untuk mengunjungi
dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya
kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing
bila mengenangkan ke ada’an puteranya bersama ibunya yang di tinggalkan di
tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaqtu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrohim a.s.
mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya dan mimpi seorang Nabi
adalah salah satu dari cara-cara turunnya Wahyu Allooh, maka perintah yang di
terimanya dalam mimpi itu harus di laksanakan oleh Nabi Ibrohim,ia duduk
sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi,sebagai seorang
ayah yang di kurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun di harapharapkan
dan di dambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana
jasa-jasanya sudah dapat di manfa’at kan oleh si ayah, seorang putera
yang di harapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya,tiba-tiba
harus di jadikan qurban dan harus di renggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allooh dan pembawa agama
yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam berta’at
kepada Allooh, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada
Allooh di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda dan lain-lain,ia harus
melaksanakan perintah Allooh yang di Wahyukan melalui mimpinya, apa pun yang
akan terjadi sebagai akibat pelaksana’an perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang di hadapi oleh Nabi Ibrohim, namun
sesuai dengan firman Allooh yang bermaksud:
“Allooh lebih mengetahui di
mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya.
Nabi Ibrohim tidak membuang masa lagi, berazam (niat ) tetap akan
menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allooh
yang t elah dit erimanya,dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrohim menuju ke Mekkah
untuk menemui dan menyampaikan kepada put eranya apa yang Allooh perintahkan.
Kisah ini di kisahkan oleh Allooh pada salah satu ayat -Nya, yang
berbunyi:
“ Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
Menyembelihmu,maka pikirkanlah apa pendapat mu!
(Ash-Shof faat 102) ”
Nabi Ismail sebagai anak yang sholeh yang sangat ta’at kepada
Allooh dan bakti kepada orang tuanya, ketika di beritahu oleh ayahnya maksud
kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada
ayahnya:
“ Hai bapakku, kerjakanlah apa yang di perint ahkan kepadamu;
insya Allooh engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
(Ash-Shoof faat 102) ”
Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allooh itu, agar
ayah
mengikatku kuat -kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga
menyusahkan ayah.
Kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang
akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya.
Ke tiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksana’an
penyembelihan agar meringankan penderita’an dan rasa pedihku.
Ke empat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku
berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam
kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera
tunggalnya.
Kemudian di peluknyalah Ismail dan di cium pipinya oleh Nabi Ibrohim
seraya berkata:
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang ta’at kepada Allooh,
bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya
untuk melaksanakan perintah Allooh”.
Sa’at penyembelihan yang mengerikan telah tiba,di ikatlah kedua tangan
dan kaki Ismail, di baringkanlah ia di atas lantai, lalu di ambillah parang tajam
yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata Nabi
Ibrohim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang
yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi
tempat pertarungan antara perasa’an seorang ayah di satu pihak dan kewajiban
seorang Rosul di satu pihak yang lain.
Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang di letakkan pada
leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan .
Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu
ternyata menjadi tumpul di leher Nabi Ismail dan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mest inya dan sebagaimana di harapkan.
Kejadian tersebut merupakan suat u mu’jizat dari Allooh yang
menegaskanbahwa perintah pengorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan ta’at mereka kepada
Allooh.
Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu,
Nabi Ibrahim t elah menunjukkan kesetia’an yang tulus dengan pengorbanan
puteranya,untuk berbakti melaksanakan perintah Allooh sedangkan Nabi Ismail tidak
sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allooh dan
kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk di korbankan,sampai-sampai
terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak untuk memotong
lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:
”Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku
karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa
melihat wajahku.
“Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik
darah pun dari daging Ismail walau ia telah di telungkupkan dan di coba memotong
lehernya dari belakang.
Dalam ke ada’an bingung dan sedih hati, karena gagal dalam
usahanya
menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrohim Wahyu Allooh
dengan firmannya:
“ Hai Ibrohim, sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu.
“Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik.
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
(Ash-Shooffaat 104-106) ”
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Ismail telah di selamatkan
itu, Allooh memerintahkan Nabi Ibrohim menyembelih se’ekor domba yang telah tersedia
di sampingnya dan segera di potong leher kambing itu oleh beliau dengan parang
yang tumpul di leher puteranya Ismail itu, dan inilah asal permula’an sunnah
berqurban yang di lakukan oleh Umat Islaam pada tiap Hari Raya Idul ‘Adha di
seluruh pelosok dunia.
Ismail membantu ayahnya membangun Ka’bah;
Nabi Ismail di besarkan di Mekkah (pekarangan Ka’bah).
Apabila dewasa beliau menikah dengan wanita dari Suku Jurhum.
Walaupun tinggal di Mekkah, Ismail sering di kunjungi ayahnya.
Sekitar tahun 1892 SM, ayahnya menerima Wahyu dari Allooh agar
membangun Ka’bah.
Hal itu di sampaikan kepada anaknya Ismail berkata:
“Kerjakanlah apa yang di perint ahkan Tuhanmu kepadamu dan aku
akan membantumu dalam pekerja’an mulia itu.
Ketika membangun Ka’bah, Nabi Ibrohim berkata kepada Ismail:
“Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku letakkan di satu sudut
supaya ia menjadi tanda kepada Manusia.
Kemudian Jibril memberi ilham kepada Ismail supaya mencari batu
hitam untuk di serahkan kepada Nabi Ibrohim.
Setiap kali bangun, mereka berdo’a:
“Wahai Tuhan kami, terimalah dari pada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Bangunan (Ka’bah) itu menjadi tinggi dan Ibrohim makin lemah untuk
mengangkat batu.
Dia berdiri di satu sudut ,kini di kenali Maqom Ibrohim.
Ismail menceraikan istrinya;
Nabi Ibrohim sering berulang kali mengunjungi anaknya,pada satu
hari, beliau tiba di Mekkah dan mengunjungi rumah anaknya,suatu ketika, Ismail
tiada di rumah sa’at itu tidak ada siapapun melainkan istrinya.
Istri Ismail tidak mengenali bahwa orang tua itu adalah mertuanya
(bapaknya Ismail).
Apabila Nabi Ibrohim bertanya istri Nabi Ismail mengenai suaminya
itu, beliau di beritahu anaknya keluar berburu,seterusnya Nabi Ibrohim bertanya
ke ada’an mereka berdua.
Istrinya berkata:
“Kami berada dalam kesempitan.
Nabi Ibrohim berkata:
“Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan minuman?”
Di jawab istri Ismail:
“Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.
Kelakukan istri Nabi Ismail itu tidak manis di pandang Nabi
Ibrohim karena kelihatan tidak terima dengan pemberian Allooh dan jemu untuk
hidup bersama suaminya,malah dia kelihatan bersifat kikir karena tidak
menginginkan kedatangan tamu.
Akhirnya Nabi Ibrohim berkata kepada istri anaknya:
“Jika suamimu kembali,sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan
kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.
Selepas itu Nabi Ibrohim pergi dari situ,sejurus kemudian, Nabi
Ismail pulang ke rumah dengan hati gembira karena dia menganggap tidak ada hal
yang tidak di ingini terjadi sepanjang ketiada’annya di rumah.
Nabi Ismail bertanya kepada istrinya:
“Apakah ada orang datang menemui kamu?”
Istrinya berkata:
“Ya, ada orang tua yang mengunjungi kita.
Ismail berkata:
“Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?”
Istrinya berkata:
“Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku
mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.
Ismail berkata:
“Dia adalah bapakku.
“Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah
kepada keluargamu.
Selepas menceraikan istrinya, Nabi Ismail menikah lagi,kali ini
dengan seorang wanita dari Suku Jurhum, Istri baru itu mendapat keridho’an
bapaknya karena pandai menghormati tamu, tidak menceritakan
perkara yang menjatuhkan martabat suami dan bersyukur atas nikmat
Allooh.
Ismail hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan beberapa
anak.
Nabi Ismail mempunyai 12 anak lelaki dan seorang anak perempuan
yang di nikahkan dengan anak saudaranya, yaitu Al-’Ish bin Ishak.
Dari keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad SAW,keturunan Nabi
Ismail juga menurunkan bangsa Arab Musta’ribah.
Walloohu A’lam.
_______/|\______
¨¨¨¨¨¨¨˜°♥°˜¨¨¨¨¨¨
SALAAM
SILIWANGI